Rabu, 17 Juni 2015

Monyet, Perangkap, dan Tangan yang Mengepal

Aku mungkin menulis kisah ini tidak dengan hati yang sepenuhnya bahagia, aku menulis dengan sedikit kesedihan yang bahkan tak dapat aku mengerti dan aku artikan sendiri. Ada rasa yang mengganjal di dalam hati ini yang tak dapat aku jelaskan pula. Hanya saja aku merasa semua akan lebih baik dan dapat kembali menjadi baik seandainya aku menulis. Ada satu hal yang salah dan kurang dalam hal ini yaitu perasaanku sendiri yang tak dapat aku mengerti sehingga aku hanya menulis, tak mengerti apa yang ingin aku ungkapkan dalam tulisan ini. (Jadi maaf bagi para pembaca bila apa yang saya ungkapkan menjadi berputar-putar dan membingungkan).

Hanya saja ada sebuah kisah yang bagiku sangatlah menarik bagi kita semua yang sedang terjebak dalam sebuah perangkap yang mungkin dibuat oleh seseorang atau oleh suatu keadaan tertentu, tapi tahukah kita bahwa kita dapat terjebak dalam perangkap itu bukan sepenuhnya salah sang pembuat perangkap tersebut.

Seperti kisah penangkap monyet yang membuat perangkap dari botol-botol yang telah diisi makanan atau dapat pula dari batok-batok buah kelapa yang sudah dibuat sedemikian rupa sehingga para monyet dapat memasukkan tanggannya kedalam jebakan yang manusia buat karena terpancing oleh makanan yang ada di dalam botol atau batok kelapa tersebut. Sehingga para monyet tersebut akan mengambil makanan-makanan yang ada di dalam jebakan dengan tangan mengepal (mengenggam) dan oleh sebab itu para monyet tersebut tidak dapat menarik tangan mereka keluar.
Namun tahukah para monyet yang terjebak tersebut, mereka tidak sesungguhnya terjebak dalam sebuah perangkap, ada cara dimana mereka dapat melepaskannya. Tahukah para pembaca sekalian bagaimana mereka dapat terlepas dari perangkap tersebut?


Ya..

Mereka harus melepaskan genggaman mereka dari makanan yang sudah disiapkan di dalam botol atau batok kelapa tersebut agar mereka dapat menarik tangan mereka keluar. Bukan salah mereka para monyet yang tidak dapat berpikir sejauh itu untuk menyelamatkan diri mereka. Dan bukan pula maksudku disini untuk menjelaskan hal tersebut dalam tulisanku kali ini.

Jadi dapatkah kita menarik kesimpulan atas kisah monyet dan perangkap tersebut? Entah benar atau tidak moral yang dapat saya ambil darinya. Dari kisah tersebut yang dapat saya simpulkan adalah terkadang kita mungkin memang terjebak dalam sebuah perangkap yang mungkin dibuat seseorang atau dibuat sebuah keadaan dimana mungkin kita tergiur dan terperangkap didalamnya. Tetapi kita masih dapat lepas dari cengkraman pemburu atau perangkap tersebut bukan hanya dengan sedikit atau banyak akal, bukan hanya dengan tenaga atau keberuntungan. Namun dalam kisah ini adalah dengan melepaskan, lepaskahlah apa yang kau genggam yang dalam hal ini adalah jebakan tersebut, bukan kita menghindar bukan kita menjauhi tetapi kita melepaskan beban dalam diri ini. Bukan kita menghindari sebuah masalah, tetapi kita melepaskan diri dari masalah yang sesungguhnya tak mendekati dan mencari kita tetapi kita yang mendekati, dan mencengkram masalah tersebut didalam hati ini.

Mungkin aku tak dapat menyampaikan apa yang ingin aku sampaikan dengan baik, benar dan mudah untuk dipahami bagi para pembaca sekalian. Tapi sesungguhnya aku menulis disini hari ini, saat ini bukan hanya untuk berbagi sebuah cerita, tetapi lebih dari apapun itu adalah untuk membuat diriku sendiri, sesuatu didalam diriku sendiri yang mungkin saat ini belum tersadarkan, yang mungkin saat ini belum terbangun atau mungkin sedang tersesat yang mungkin sedang terjebak dan menggenggam masalah yang tak seharusnya saya khawatirkan. Agar ia mau melepaskannya, melepaskan cengkraman hatinya yang kini  tengah risau dan gundah untuk suatu masalah yang tak dapat aku ketahui dari logikaku yang tak mengerti perasaanku sendiri.

Aku bukan ingin mengatai siapapun itu sebagai monyet atau mengatai diri sendiri ini adalah monyet yang tak mampu keluar dari jebakan hatinya sendiri, aku hanya merasa kita sering kali terlalu tak sadar dan terbawa oleh arus perasaan kita sendiri. Arus perasaan dimana saat kita merasa sedih, kita merasa harus menampilkan wajah yang muram, disaat kita merasa kecewa kita harus melipat wajah, disaat kita merasa lelah kita harus bermuram durja. Karena aku begitu, aku seperti itu mungkin ada diantara pembaca sekalian yang tak seperti diriku yang sungguh belum mampu mengusasai perasaanku sendiri, dimana kesedihan, kegembiraan, kelelahan dapat merubah penampilan wajahku apa yang aku tampilkan bagi orang-orang disekelilingku.

Haruskah aku seperti itu? Haruskah kita seperti itu?
Haruskan kita mengajak orang-orang disekeliling kita juga ikut bersedih bersama dalam duka yang kita rasakan?

Kita mungkin bukan monyet tapi kita sering membiarkan diri kita terjebak, terjebak karena kita mencengkram perasaan kita sendiri. Kita mungkin bukan monyet tapi kita sering membiarkan diri kita terjebak, terjebak oleh perasaan kita sendiri. Sekali lagi.. perasaan KITA SENDIRI.
Perasaan kita saat kita jatuh cinta, rasa bahagia dan senang saat bersama-sama dengan orang yang dicinta. Bahkan kita mungkin akan menutup mata akan segala kekurangannya, bukan maksudkku untuk mencari yang sempurna, bukan maksudku untuk mencari yang terbaik didunia ini. Hanya saja bila kekurangan yang ia miliki adalah kekurangan kasih sayang bagi kita haruskah kita tetap bertahan?

Kita sering kali menjadi monyet yang tak mau melepaskan perasaan ini, saat mungkin yang kita cintai adalah milik orang lain. Saat mungkin yang kita cintai justru mencintai orang lain. Saat mungkin yang kita cintai justru melukai kita. Kita tetap bertahan dalam luka seperti seekor monyet yang tetap bertahan walau terjebak. Bukan maksudku sekali lagi untuk menyamakan diri kita dengan monyet sungguh bukan itu. Karena ini hanya sebuah perumpamaan bagiku, bagi diriku yang tak mampu melepaskan rasa yang mungkin membuatku terjebak.

Aku pun tahu bahwa tak mudah untuk melepaskan, karena aku pun pernah merasakannya. Aku tahu betapa tak mudah untuk mengedalikan perasaan ini, bahkan meskipun perasaan ini adalah rasaku sendiri, tetap tak mudah bagiku untuk mengendalikannya. Untuk membuat perasaanku sendiri dapat menuruti apa yang aku  inginkan. Aku tahu tak mudah untuk melepaskan, tetapi kita tentu tidak ingin terus terjebak dan menjadi “monyet” bukan? ;)

See you in the next chapter of my life.

Dan ingatkah kalian saat aku mengatakan aku sedang sedikit sedih di awal tulisan ini, kesedihanku bukanlah tentang lepas dan melepaskan ini, tetapi lebih dari apapun itu aku sendiri tak dapat mengerti apa yang sedang terjadi di dalam perasaanku ini. Tapi aku hanya ingin menampilkan wajah tak bahagia saat ini, dan setelah menulis aku tersadar (walau mungkin hanya sesaat-dan itulah tujuanku diawal saat mulai menulis karena sebelum menyadarkan siapa pun aku akan lebih dulu sadar walau mungkin sesaat saat aku menulis) bahwa tak seharusnya semua orang ikut terbawa oleh kemurunganku dan tak semua orang perlu tahu bahwa aku sedang dalam suasana hati yang tidaklah baik yang aku pikir saat ini mungkin karena segala kelelahanku atau mungkin karena aku sedang terjebak disini saat ini di depan komputer dengan setumpuk resah dan gelisah, gundah dan beban karena segala tanggung jawab ini. But forget it just enjoy reading my lovely reader :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar