Selasa, 28 Juli 2015

Kemarahan, Ego, Cemburu, Duka dan Cinta

Kemarahan
Tak dapat 'ku pungkiri aku adalah seorang anak manusia, sungguh-sungguh anak manusia sejati yang selalu saja diliputi oleh rasaku sendiri. Dimana terkadang rasa yang bergejolak dalam hati ini lebih kuat dibandingkan aku yang berada di luar dirinya (di luar sang rasa). Entah dari mana kekuatan itu bahkan kurasa kekuatanku pun berasal darinya, berasal dari rasa yang tercipta di dalam diri ini.

Bagaimana aku pada akhirnya mampu untuk mengendalikan rasaku sendiri, disaat rasa itu berubah menjadi mengerikan, disaat aku mengetahui apabila aku terus mengikuti permainan dari perasaan ini maka hanya akan ada satu akhir yang 'ku tahu, yaitu akhir dimana diriku yang akan terluka (kembali).

Kemarahan
Seperti kataku aku masih saja diliputi segala rasa itu, baik dalam kesan yang positif atupun negatif, namun rasa itu masih dan selalu ada meliputi diriku. Tak terkecuali dengan rasa marah. Aku selalu meyakinkan diri bahwa kemarahan tak akan membawa bahagia, bahwa kemarahan ibarat bara api yang sedang menyala dan begitu membara dengan sempurna.

Tentu kita semua yang memiliki pemikiran yang berjalan dengan sempurna tak akan mau memegang bara api tersebut dengan tangan hampa. Tapi tidak begitu saat kita hanya diliputi emosi tanpa kontrol dari pikiran yang berjalan dengan baik. Terkadang yang ada dalam pikiran dan hati ini hanya satu hal saja, yaitu harus membalas orang yang membuatku merasakan perasaan sakit ini, harus membalas orang yang menyakitiku, harus membuat orang yang menyakitiku juga tersakiti. Disaat-saat itulah kita akan melakukan apapun untuk menyakitinya. Tak peduli pada bara api yang sedang menyala dan membara, hanya berpikiran untuk melemparinya dengan api-api yang menyakitkan itu tanpa pemikiran panjang dan tentu saja tanpa adanya kebijaksanaan.

Ouchh..

Betapa menyakitkannya sebuah rasa marah, betapa melukainya dari sebuah rasa yang disebut kemarahan. Disaat aku hanya berpikir untuk membalasnya, membalas orang yang menyakitiku. Aku melupakan satu hal, aku melupakan bahwa amarah itu sudah menyakitiku terlebih dahulu.


Kemarahan ibarat bara api, sebelum bara api itu mencapai orang yang kita benci tentunya bara api itu akan terlebih dahulu membakar kita. Bila kemarahan ibarat bara api, dimanakah letak kemarahan itu berada sebelum aku melemparkannya pada musuhku? Ya, didalam hatiku sendiri, dimanakah bara api itu pertama kali akan membakar hangus? Ya, di dalam hatiku sendiri yang terus menerus menyimpan amarah, merubahnya menjadi rasa yang menyesakkan dada dan menumpuknya menjadi benci, dendam dan tindakan untuk membalaskan dendam. Dimanakah dendam itu akan berakhir? Bila kita ibaratkan dendam itu akan terus lahir dari satu pihak karena dimana masih ada yang namanya kemenangan tentu akan selalu ada yang namanya pihak yang dikalahkan.

Rasa sakit dari kekalahan, rasa sakit dari ego yang terinjak sungguh sulit dikendalikan. Terutama bagi kita yang tak pernah melatih rasa ini. Menuruti apapun yang rasa ini ingin ungkapkan. Selalu bergejolak dan permainan perasaan kita sendiri.

Ego kita yang tak mau mengakui kekalahan
Bahkan bodohnya lagi ego kita yang tak mau mengakui kesalahan

Kesalahan..

Aku punya satu prinsip yang tak aku ketahui apakah benar adanya, tapi bagiku hidup ini bukanlah ilmu pasti, bukanlah ilmu matematika ataupun fisika dimana satu angka dapat dinyatakan dengan mutlak.

Tetapi hidup ini ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Seperti tak ada tinggi bila tak ada rendah, begitu pula tak ada benar bila tak ada salah. Bagiku kehidupan ini tak pernah memberikan benar mutlak pada seseorang saja, maupun kesalahan mutlak untuk dibebankan pada seseorang saja. Kehidupan ini adalah hukum aksi-reaksi.

Tak akan ada asap bila tak ada api.
Tak akan ada reaksi bila tak ada aksi. Tapi bagiku aksi pun dimulai dari reaksi, reaksi dari rasa yang tersembunyi yang mungkin memulai cinta, tapi bisa juga menabuh genderang perang.

Kembali kepada kebodohan dari rasa ego yang tak mau mengakui kesalahannya sendiri, dan prinsipku yang mengatakan bahwa tak ada kesalahan mutlak hanya pada satu pribadi manusia. Dapat aku katakan (berdasarkan prinsipku sendiri) bahwa semua pihak yang terlibah dalam masalah tersebut adalah salah, adalah masalah itu sendiri. Maka sudah sewajarnya kata maaf bukan hanya berasal dari satu pihak.

Sulit rasanya hidup tanpa rasa, sulit rasanya hidup diliputi rasa.

Bila kembali pada poin sebelumnya mengenai dendam dimana ada yang menang dan kalah, dimana semua itu menimbulkan sakit hati dan dendam yang mungkin tak dapat terselesaikan bila tak pernah ada maaf dari kedua belah pihak.

Maka akan ada pula iri, dengki, dan cemburu atas sebuah kemenangan akan sebuah kejayaan dari pihak lainnya, baik pihak ketiga maupun pihak yang dikalahkan.

Kehidupan manusia..
Sungguh lucu adanya. Sungguh beruntung adanya. Membuatku ingin tertawa dan menangis disaat bersamaan. Mungkin kau hanya akan menganggapku gila. Tapi jujur rasa yang begitu banyak, sebab dari rasa yang begitu beragam sungguh sulit dianalisis dan hal tersebut terkadang membawa masalah yang kadang sebenarnya sepele hanya karena kesalahan dari saling mengerti. Tapi manusia juga merupakan makhluk yang paling beruntung karena memiliki rasa dan juga akal budi (pikiran) untuk mengendalikannya (kalau bisa).

Kemarahan, ego dan cemburu
Terkesan sebagai rasa yang negatif bukan?
Dan semua rasa itu hanya akan membawa satu hal.

DUKA!

Tapi apa kata yang akan aku ucapkan selanjutnya itu tak membawa duka?
Hmm..

CINTA..

Apakah cinta tak membawa duka?


Sayang sekali bagiku cinta justru sumber dari segala duka, sumber dari segala rasa.
Karena ada cinta, maka akan timbul kemarahan, rasa ingin memiliki, ingin menguasai dan juga cemburu.

Karena cinta itu ego, cinta itu tak murni, cinta itu membuat terjadinya pengorbanan dan setiap ada pengorbanan akan ada orang yang terluka, dan saat ada yang terluka akan timbul kebencian yang mampu berkembang menjadi dendam.

Tak adakah rasa yang tak membawa duka?

Ada, bagiku ada rasa seperti itu. Apakah rasa itu?

Itu, CINTA!

Membingungkan memang cinta 'ku katakan sebagai sumber dari segala rasa, sumber dari segala duka, tapi cinta pula yang ku katakan sebagai rasa yang tak membawa duka.

Itu hanya dari apa yang aku pikirkan bahwa cinta mungkin ibarat dua sisi mata uang, bahwa cinta sama seperti hati manusia sesungguhnya. Tulus, penuh kasih dan bahagia, tak ingin menyakiti tetapi tertutupi oleh segala rasa yang disini aku katakan dibentuk oleh cinta itu sendiri.

Aku mengatakan cinta sebagai rasa yang tak membawa duka, karena bagiku cinta tak seharusnya dimaknai secara dangkal, karena hal itu menjadikan cinta sebagai rasa yang egois. Bagiku cinta lebih dari sekedar keegoisanku sendiri, cinta itu lebih besar, lebih murni dan lebih suci dari pada keegoisanku ini.

Cinta itu kasih sayang dimana kita tak ingin melukai orang lain, siapapun itu, teman, keluarga, ataupun musuh. Cinta itu kasih sayang dimana kita tak akan bahagia bila orang lain terluka.

Sebab bagiku cinta yang ditujukan hanya bagi satu orang (apalagi lawan jenis) memang nyata dan bukan hal yang buruk sesungguhnya hanya saja cinta tersebut menjadikanku egois. Bukan berarti tak boleh kita mencintai seseorang secara special, hanya saja bila rasa cinta kita kepadanya telah mampu membuat kita melakukan segala cara agar ia selamanya bersama kita artinya kita bukan lagi sedang mencintainya, tetapi egois kepadanya hanya demi kebahagiaan kita seorang dan kita bukan lagi jatuh cinta kepadanya tetapi sedang berambisi pada dirinya. Seperti halnya saat kita sedang menginginkan suatu barang tertentu.


Aku seperti kataku diawal, sungguh anak manusia. Aku menuliskan ini berdasarkan apa yang aku rasa dan aku pikirkan setelah melewati kehidupanku sampai dengan saat ini. Tetapi aku tak bermaksud ingin menyebarkan suat paham tertentu atau menghasut orang lain. Aku disini hanya ingin berbagi apa yang ada dalam pemikiranku. Bila ada salah dalam kata yang kusampaikan hanya maaf yang mampu aku utarakan. Dan mari bersama-sama saling berbagi pendapat dan pemikiran kita :D

Salam Cinta dari Seseorang yang Memiliki Nama dengan Arti Serupa
dengan harapan suatu saat nanti mampu menyandang nama tersebut dengan pantas sesuai dengan tidakannya


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar