Senin, 09 April 2018

Aku dan Tulisan

Aku tidak yakin bahwa tulisanku bagus.
Aku tidak tahu kalau bahasaku benar. Apakah sudah mengikuti Ejaan Yang Disempurnakan? Aku bahkan terkadang tidak memikirkan apa yang ingin aku tulis. Harus sepanjang apa, harus seperti apa.

Aku hanya ingin menulis, ini kah hobi? Aku pun tak yakin padanya. Aku hanya merasa aku selalu menjadi lebih baik setelah aku menulis. Disaat aku sedih, disaat aku terluka disaat aku tak tahu apa yang aku rasa. Aku menulis dan hanya memulainya begitu saja. Dari awal yang aku tak tahu aku ingin menulis apa akhirnya aku mulai bercerita, terkadang aku memulainya dengan kalimat tanya.

Aku bertanya aku kenapa? Apa yang aku rasakan? Apa yang aku pikirkan? Apa yang aku inginkan? Siapa diriku? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Terkadang aku juga merasa saat aku membaca kembali apa yang aku tuliskan. Terkesan selalu sama. Masalah yang aku hadapi kembali pada titik yang sama. Seakan aku tidak berkembang maju melaluinya.

Aku memilih menulis. Bagaimana dengan dirimu wahai pembaca? Apa yang kamu pilih saat kamu tidak tahu apa yang kamu inginkan apa yang kamu rasakan. Aku bukanlah penulis. Aku bukan seorang puitis. Menulis menjadi salah satu cara bagiku untuk berbicara kepada kamu, kepada diriku sendiri. Aku yang penyendiri, aku yang menutup diri. Aku bahagia saat aku dapat menenangkan diri melalui tulisan ini. Aku bahagia saat aku merasa dapat berkomunikasi dengan diriku sendiri.

Wahai diriku
Ya..
Kamu yang ada disana. Mengapa kamu selalu kembali bersedih? Aku tahu tidak segala hal selalu berjalan dengan baik. Aku tahu kamu sedang memikirkan aku. Terimakasih. Terimakasih sudah memikirkan aku dan segala tugas serta tanggung jawabku. Batasan waktu itu memang mengekang kita.

Sampai aku merasa ditahap aku tidak dapat bahagia. Wahai tugas berhentilah, aku lelah. Tapi aku tahu hal itu tak ada gunanya. Selain aku harus terus berusaha berjalan mengejar ketertinggalan. Apalagi yang mampu aku lakukan. Semua demi sebuah cita dan harapan. Aku harap semua ini segera dapat dilalui. Meski aku tahu setelah semuanya, aku tak tahu apalagi yang menanti. Aku tak tahu apalagi yang akan aku tuju.

Bagaimanapun aku berusaha menyukainya, aku tetap tidak suka. Aku tidak suka batasan waktu ini yang mengekang kita. Aku tidak suka. Tapi aku harus mengalahkannya. Aku memang bingung dan tak tahu arah. Aku tahu aku tidak bisa melakukannya semudah aku menulis disini. Karena pemikiran itu harus dilandasi data yang lebih terkini. Tapi aku rasa metodeku disini tetap dapat berlaku.

Aku yang tak tahu mau menulis apa. Aku hanya duduk berusaha menuliskan apa yang aku pikirkan, bukan sebuah karya tentu saja, tetapi akhirnya menjadi suatu buah pemikiran yang aku curahkan yang selanjutnya dapat aku telaah kembali benang penghubung diantaranya untuk analisis lebih mendalam.

Apapun itu tidak akan selesai dengan dipikirkan. Semua harus kita kerjakan. Apapun itu lakukan dulu. Bergeraklah dan mulai. Semua sulit saat memulainya. Tapi kamu harus mencoba.

Salam,
Tukang ketik yang sedang malas dan buntu.
Mengenai data dan persetujuan.
Mengenai waktu dan harapan.
Dari aku yang mulai takut dan gelisah disaat waktu semakin dekat.
Dapatkah aku menyelesaikannya sebelum waktu bergerak pergi?

09 April 2018

Minggu, 08 April 2018

Worry and Spirit

Mungkin ini akan jadi cerita yang lebih pribadi.
Saat ini rasanya aku sedang butuh banyak semangat lebih untuk berhenti menjadi orang yang jahat dan bodoh. Kejahatan terbesar yang aku lakukan. Kejahatan yang tidak termaafkan. Kejahatan pada diri sendiri. Mungkin kalian berpikir aku aneh karena merasa bahwa itu adalah kejahatan yang paling buruk dari yang terburuk.

Menyakiti orang lain tentu hal yang buruk aku pun setuju akan hal itu. Namun, kejahatan pada diri sendiri bagiku adalah hal yang lebih tidak dapat aku maafkan. Karena saat kita menyakiti orang lain, kita juga sudah menyakiti diri kita sendiri. Melukai jati diri kita, harga diri kita, batin kita, nurani kita, jiwa kita yang murni. Kita mungkin dapat menahan diri, kita mungkin dapat menjaga sikap saat berhadapaan dengan orang lain, saat ada orang lain yang memperhatikan kita. Tapi kita akan menjadi diri kita seutuhnya saat kita hanya sendiri, apakah hal yang kita lakukan adalah hal yang tetap baik atau kita berubah 180 derajat dari diri kita biasanya. Kita yang biasa memakai topeng untuk menutupi diri, menjadi sebaik-baiknya dihadapan orang lain akan menjadi diri kita sendiri saat berada di wilayah privasi kita. Kita yang menutup diri dan minder dengan kemampuan kita akan menjadi apa adanya saat tidak diperhatikan (seperti kita yang bernyanyi saat di kamar mandi).

Kita mungkin tidak merasa bersalah bila menyakiti diri sendiri, karena itu adalah diri kita sendiri. Aku tidak berpikir demikian, justru karena itu adalah diri kita sendiri sudah seharusnyalah kita menjaganya. Bukan untuk menjadi egois dan hanya mementingkan diri kita sendiri, namun untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Karena dalam hidup ini apapun dapat pergi dan hilang dari dirimu kecuali dirimu sendiri. Ia akan selalu ada dan menemani hingga akhir hidupmu, ia yang akan setia bersamamu, baik dan buruknya dirimu, menemanimu, menerima siapa kamu. Namun ia yang telah kamu sakiti, dengan tidak berjuang sekuat tenagamu untuk dirimu sendiri yang begitu tulus dan setia. Kamu jauh lebih berjuang dan berusaha membahagiakan orang lain lebih dari dirimu sendiri. Terkesan egois memang, tapi bukan itu yang aku maksud. Tapi apapun juga kamu harus menjadi mampu, kamu harus menjadi bisa, kamu harus menjadi nomor satu bagi dirimu sendiri, agar orang lain tidak dapat menyakitimu.

Berapa banyak orang yang mencintai orang lain sebegitu besarnya hingga menyakiti dirinya sendiri diakhir kisah perpisahan. Berapa banyak orang yang jatuh sakit karena terlalu mencintai pekerjaannya yang akhirnya hanya membawa kertas dan nilai yang berharga didunia. Aku tidak berkata untuk tidak mencintai setulus hatimu, aku tidak berkata untuk bekerja dengan santai. Bukan itu garis utama yang ingin aku sampaikan. Mungkin pada akhirnya hal utama yang aku sampaikan adalah kehidupan yang seimbang antara pekerjaan cinta dan dirimu sendiri. Namun sulit untuk menjadi adil bahkan dengan satu pembanding, dengan kehidupan kita yang begitu banyak urusan kita mungkin menjadi tidak adil. Kamu butuh juga istirahat, kamu butuh juga waktu untuk dirimu sendiri, kamu butuh juga waktu untuk melihat kedalam dirimu sendiri, kamu butuh waktu untuk keluargamu.

Sulit menjadi seimbang aku tahu itu. Itulah yang aku sesalkan, aku sulit seimbang pada diriku sendiri. Sesuatu didalam diriku sedang meronta-ronta ingin berjuang lebih keras, saakan ia dipenjara oleh rasa malas. Logika atau rasaku yang berkata? Bahwa aku tidak suka kehidupan seperti ini, aku tidak suka kekangan ini, aku tidak suka pekerjaan ini, aku tidak suka meneliti. Aku ingin bebas. Kapan aku bebas? Apakah setelah bebas aku mampu bahagia? Apakah itu adalah kebahagiaan ku? Mengapa aku letakkan kebahagiaanku disana? Mengapa tidak aku bawa bersamaku saat ini? Ada bagian dari diriku berkata aku ingin ini segera selesai. Lakukanlah yang terbaik. Kerjakanla maka ia akan kamu lalui nantinya, menjadikan dirimu lebih baiklagi. Tapi ada pula dari diriku yang berkata, aku ingin ini, ingin ini, ingin ini, hal-hal yang menyenangkan, hal-hal penggembira bukan tentang masa depan. Lalu aku tersadar saat aku bicara lagi, apakah ada dua diri dalam diriku?

Aku yang ingin mengerjakannya dan aku yang ingin bersantai-santai. Aku ingin berhenti menjadi malas dan bodoh. Aku ingin berhenti membodohi diriku sendiri. Aku harus berhenti. Aku harus berhenti malas dan tidak berjuang. Aku harus berhenti jalan ditempat dan bahkan mundur kebelakang. Aku butuh pemacu, aku butuh semangat.

Aku butuh
.
.
.

Dimana dirimu?
Mengapa kamu tidak ingin melakukan ini?
Apa yang ingin kamu lakukan?

Aku dan diriku yang sedang dilanda dilema batin mengenai TA
9 April 2018
Diketik di Jakarta dijam-jam yang kucuri.