Kamis, 27 Desember 2012

Kasih yang Sebenarnya



Sejak kuliah, radio merupakan salah satu teman yang selalu menemani saya ketika sedang mengerjakan tugas, belajar, maupun santai. Tidak pernah bosan rasanya mendengarkan acara-acara yang disajikan oleh berbagai macam stasiun radio. Pada suatu malam, di sebuah stasiun radio, sedang berlangsug acara dimana orang-orang berbagi pengalaman hidup mereka. Perhatian saya yang semula tercurah pada tugas statistic beralih ketika seorang wanita bercerita tentang ayahnya.

Wanita ini adalah anak tunggal dari sebuah keluarga sederhana yang tinggal di pinggiran Kota Jakarta. Sejak kecil ia sering dimarahi oleh ayahnya. Dimata sang ayah, tak satu pun yang dikerjakannya benar. Setiap hari, ia berusaha keras untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan ayahnya. Sayangnya, tetap saja ketidakpuasan sang ayah yang ia dapatkan.

Ketika ia merayakan ulang tahunnya yang ke-17, tidak sepatah pun ucapan selamat yang keluar dari mulut ayahnya. Hal ini membuat ia semakin marah pada ayahnya. Sosok ayah yang melekat pada dirinya adalah sosok yang pemarah dan tidak memperhatikan dirinya. Akhirnya, ia memberontak dan tak pernah satu  hari pun ia lewati tanpa bertengkar dengan ayahnya. Beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke-17, ayahnya meninggal dunia akibat penyakit kanker yang dideritanya. Penyakit ini tidak pernah ia ceritakan kepada siapa pun,  kecuali pada istrinya. Walaupun merasa sedih dan kehilangan, di dalam diri sang anak tersebut tetap tersimpan kemarahan terhadap ayahnya.

Pada suatu hari, ketika sedang membantu ibunya membereskan barang-barang peninggalan almarhum ayahnya, ia menemukan sebuah bingkisan yang dibungkus dengan rapi dan di atasnya tertulis, “Untuk Anaktu Tersayang.” Dengan hati-hati, diambilnya bingkisan tersebut dan membukanya. Didalamnya terdapat sebuah jam tangan dan sebuah buku yang telah lama ia inginkan. Disamping kedua benda itu, terdapat sebuah kartu ucapan berwarna merah muda, warna kesukaannya. Perlahan-lahan ia membuka kartu tersebut dan mulai membaca tulisan yang ada di dalamnya, yang ia kenali betul sebagai tulisan tangan ayahnya. Yang berisi, seperti berikut ini:

Ya Tuhan,
Terima kasih karena Engkau telah mempercayai diriku yang rendah ini untuk memperoleh karunia terbesar dalam hidupku.
Kumohon ya Tuhan,
Jadikan anakku orang yang berarti bagi sesame dan bagi-Mu.
Janganlah Engkau hanya memberikan jalan yang lurus dan luas membentang, tetapi berikan pula ia jalan yang penuh liku dan duri agar ia dapat meresapi kehidupan dengan seutuhnya.
Sekali lagi kumohon ya Tuhan,
Sertailah anakku dalam setiap langkah yang ia tempuh dan jadikan ia sesuai dengan kehendak-Mu.
Selamat ulang tahun anakku,
Doa ayah selalu menyertaimu.

Meledaklah tangisannya usai membaca tulisan yang terdapat dalam kartu tersebut. Ibunya menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. Dalam pelukan ibunya, ia menceritakan semua tetang bingkisan dan tulisan yang terdapat dalam kartu ulang tahunnya. Akhirnya, ibu itu pun menceritakan bahwa ayahnya memang sengaja merahasiakan penyakitnya dan mendidik anaknya dengan keras agar sang anak menjadi wanita yang kuat, dan tidak terlalu merasa kehilangan sosok seorang ayak ketika ajal menjemputnya akibat penyakit kanker itu.

Sesungguhnya apa yang tampak dari luar belum tentu sama seperti apa yang ada didalamnya, seperti seorang ayah yang keras tidak serta merta hatinya pun sama kerasnya dengan sikap yang ia tunjukan. Bahkan sesungguhnya apa yang tidak terlihat itulah yang sejati dan nyata. Seperti kasih yang tak terlihat wujudnya tapi kasih itu nyata dan abadi.

Biar bagaimanapun kerasnya orang tua kita, yakinilah bahwa tak ada satu orang tua pun yang menginginkan anaknya celaka. Mereka pasti berbuat hal itu untuk kebaikan kita, hanya terkadang ada beberapa situasi yang bertentangan antara pemikiran orang  tua kita dan pemikiran kita, karena tidak semua hal yang menurut orang tua kita baik juga kita anggap baik. Karena setiap manusia terbentuk melalui perjalanan hidup yang berbeda-beda yang mengakibatkan pembentukan cara berpikir yang juga berbeda.

Sumber : Semangkuk Mie Kuah (Y. Rumanto)
Penerbit : OBOR
Sunting by: Vimala Sari 

Penggosip


Seorang wanita menyebarkan sebuah berita yang memalukan mengenai tetangganya. Dalam beberapa hari, seluruh desa mengetahui berita yang memalukan itu. Dan, orang yang menjadi korbannya merasa sakit hati dan terpukul.

Kemudian, wanita yang menyebarluaskan berita buruk tersebut mengetahui bahwa berita itu sebenarnya salah. Dia menyesal dan mendatangi orang tua yang bijak untuk meminta nasihat mengenai apa yang dapat ia lakukan untuk memperbaiki kesalahannya itu.

"Pergilah ke pasar," kata orang tua bijak itu, "dan belilah alat pembersih yang terbuat dari bulu-bulu ayam (kemoceng). Kemudian, dalam perjalanan pulang, cabuti bulu-bulunya dan buang satu per satu di sepanjang jalan. Setelah itu kembalilah kemari."

Meskipun terkejut mendengar saran tersebut, ia melakukan apa yang disarankan oleh orang bijak tersebut. Namun, ia masih belum bisa memperbaiki kesalahannya karena telah menyebarluaskan berita bohong itu kepada seluruh penduduk desa. Setelah selesai, ia kembali menemui orang bijak tersebut. Orang bijak tersebut berkata, "Sekarang pergilah dan kumpulkan semua bulu yang telah kau buang tersebut dan bawa kembali kepadaku."

Wanita itu pun menyusuri jalan yang telah dilaluinya kemarin dan berusaha mengumpulkan bulu-bulu ayam yang telah dicabutinya. Sayangnya, angin telah menerbangkan bulu-bulu tersebut ke segala penjuru sehingga mustahil untuk ia bisa mengumpulkan semuanya kembali dan ia hanya bisa mengumpulkan beberapa helai bulu. Lalu, ia kembali menemui orang bijak itu.

"Lihatlah!" kata orang bijak itu, "sangatlah mudah mencabuti bulu ayam dan melemparkannya ke mana Anda suka. Namun, sangat sulit untuk mengumpulkannya kembali. Begitu pula dengan gosip dan berita bohong. Tidak sulit untuk menyebarkan rumor, tetapi sekali terlempar, Anda tidak akan pernah secara penuh memperbaiki kesalahan Anda."

Perlu kita sadari bahwa begitu mudah untuk mengucapkan sesuatu, terkadang sangking mudahnya kita tidak berpikir apa yang akan terjadi karena perkataan kita, tapi setelah perkataan itu kita lontarkan, perkataan itu tak dapat lagi kita tarik.

Sumber : Semangkuk Mie Kuah  (Y. Rumanto)
Penerbit : OBOR
Sunting by : Vimala Sari

Jumat, 21 Desember 2012

Tersenyumlah Pada Kehidupanmu :)

 
Kehidupan kita mungkin terkadang terasa begitu berat dan sulit untuk kita jalani, namun kehidupan itu adalah bahagia. 

Belakangan ini saya baru saja menyadari, bahwa kehidupan ini dapat terasa bahagia atau tidak adalah tergantung dari diri kita sendiri. Mengapa saya dapat mengatakan demikian? Tentu saja saya mengatakan hal tersebut karena dilandasi oleh beberapa alasan, salah satu faktor yang mempengaruhi saya adalah latar belakang agama saya yaitu, agama Buddha, karena dalam agama Buddha kita diajarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita merupakan tanggung jawab kita sendiri, kita tidak dapat menyalahkan orang lain atas kesulitan yang kita hadapi. 

Justru dengan semakin kita menyalahkan orang lain atas kesedihan atau kesusahan yang kita alami kita akan semakin larut dalam kesedihan kita sendiri, karena dalam mind set kita, kita berpikir "aku tidak bisa bahagia karena dia", "aku susah karena dia", kita tidak akan merasa bahagia saat kita berada didekatnya, padahal mungkin saja dia saudara, orang tua, anak, atau pasangan hidup kita yang harus kita temui setiap hari. Lalu bagaimana kita bisa menjadi bahagia apabila kita meletakan kebahagiaan kita pada orang lain. 

Karena pada kenyataannya kita hidup tidak dapat mengatur orang lain kita tidak dapat mengendalikan atau merubah orang lain apabila orang tersebut tidak mau berubah. Tapi kita memiliki kendali penuh atas diri kita sendiri, kita dapat merubah diri kita sendiri, walau sulit tapi itu bukan hal yang mustahil, kita hanya perlu waktu sedikit lebih lama untuk dapat merubah suatu kebiasaan yang kita miliki. Dan bersabar serta meyakini bahwa semua kerja keras dan penantian kita akan menghasilkan buah yang manis nantinya. 

Misalnya jika kita ilustrasikan, saat kita baru pulang bekerja dan ingin mengistirahatkan tubuh kita yang telah lelah bekerja sedari pagi datanglah saudara kita atau orang tua kita yang memarahi kita karena kesalahan kita misalnya masuk masih dengan sepatu yang kotor ke dalam rumah dan membuat rumah menjadi kotor. Kita tidak dapat mengendalikan orang tersebut untuk tidak marah karena kita tidak memiliki kekuatan untuk meredakan kemarahannya seketika. Tapi kita dapat memilih respon seperti apa yang akan kita berikan terhadap kemarahan yang ia nyatakan tersebut. Kita dapat memilih untuk ikut terpancing dan menjadi marah atau dengan tenang meminta maaf dan menyatakan bahwa kita akan membersihkannya segera. 

Kedua respon itu dapat kita kendalikan karena berasal dari diri kita sendiri, dan kedua respon tersebut akan memberikan hasil yang amat sangat jauh berbeda. Mungkin jika kita memilih untuk ikut terpancing kemarahannya, kita akan ribut panjang dan membuat kita semakin lelah, sedangkan kalau kita memilih respon kedua kita pasti akan dapat menghindari keributan besar.

Tapi saya mengerti betul bahwa mengendalikan kemarahan kita tidaklah mudah, apalagi saat kita sedang lelah atau juga sedang marah. Tapi kembali lagi, hal itu memang sulit tapi bukan mustahil kita hanya perlu waktu dan kesabaran untuk menghasilkan hasil yang lebih baik nantinya.

So, sebenarnya kebahagiaan itu terletak dalam genggaman kita sendiri, banyak diantara kita yang sering kali berpikir bahwa aku akan bahagia dan senang sekali bila bisa memiliki suatu barang tertentu atau memiliki seseorang. Bahkan tidak saya pungkiri, saya sendiri pun sering kali merasakan hal tersebut. Tapi pada hekekatnya manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas, saat kita sudah memiliki hal tersebut kita pasti akan menginginkan hal yang lain lagi, jadi kapan kita akan merasa bahagia? Dan kesalahan lainnya adalah karena kita meletakkan kebahagian kita pada hal yang belum kita miliki, tentu saja kita tidak merasa bahagia karena kita tidak memilikinya, mengapa tidak kita letakan kebahagiaan kita terhadap hal yang sudah kita miliki (rasa bersyukur) karena hal ini akan merubah pandangan kita terhadap hidup ini. Karana saat kita mau membuka mata hati kita, kita dapat menemukan banyak hal yang sepatutnya kita syukuri keberadaanya.

Jadi kesimpulannya, hidup itu indah dan bahagia hanya terkadang kita melihatnya dari sudut pandang yang salah dan membuat kehidupan terasa begitu menyedihkan. Maka "Tersenyumlah Pada Kehidupanmu" :)

Sekian post saya kali ini, semua tulisan diatas adalah hasil pemikiran saya sendiri, dan saya pun masih belajar untuk menjadi lebih baik dan memandang hidup ini menjadi lebih indah dari sebelumnya, maka marilah sama-sama kita belajar. Dan saya juga membuka diri untuk menerima masukan dan juga kritik yang membangun karena mungkin saja apa yang saya pikirkan adalah salah. Dan saya tidak menginginkan pandangan saya yang salah dapat membuat orang lain ikut memiliki pandangan yang salah mengenai kehidupan ini.

Terima kasih ^^