Aku mungkin menulis kisah ini tidak dengan hati yang
sepenuhnya bahagia, aku menulis dengan sedikit kesedihan yang bahkan tak dapat
aku mengerti dan aku artikan sendiri. Ada rasa yang mengganjal di dalam hati
ini yang tak dapat aku jelaskan pula. Hanya saja aku merasa semua akan lebih
baik dan dapat kembali menjadi baik seandainya aku menulis. Ada satu hal yang
salah dan kurang dalam hal ini yaitu perasaanku sendiri yang tak dapat aku
mengerti sehingga aku hanya menulis, tak mengerti apa yang ingin aku ungkapkan
dalam tulisan ini. (Jadi maaf bagi para pembaca bila apa yang saya ungkapkan
menjadi berputar-putar dan membingungkan).
Hanya saja ada sebuah kisah yang bagiku sangatlah menarik
bagi kita semua yang sedang terjebak dalam sebuah perangkap yang mungkin dibuat
oleh seseorang atau oleh suatu keadaan tertentu, tapi tahukah kita bahwa kita
dapat terjebak dalam perangkap itu bukan sepenuhnya salah sang pembuat
perangkap tersebut.
Seperti kisah penangkap monyet yang membuat perangkap dari
botol-botol yang telah diisi makanan atau dapat pula dari batok-batok buah
kelapa yang sudah dibuat sedemikian rupa sehingga para monyet dapat memasukkan
tanggannya kedalam jebakan yang manusia buat karena terpancing oleh makanan
yang ada di dalam botol atau batok kelapa tersebut. Sehingga para monyet
tersebut akan mengambil makanan-makanan yang ada di dalam jebakan dengan tangan
mengepal (mengenggam) dan oleh sebab itu para monyet tersebut tidak dapat
menarik tangan mereka keluar.
Namun tahukah para monyet yang terjebak tersebut, mereka
tidak sesungguhnya terjebak dalam sebuah perangkap, ada cara dimana mereka
dapat melepaskannya. Tahukah para pembaca sekalian bagaimana mereka dapat
terlepas dari perangkap tersebut?
Mereka harus melepaskan genggaman mereka dari makanan yang
sudah disiapkan di dalam botol atau batok kelapa tersebut agar mereka dapat
menarik tangan mereka keluar. Bukan salah mereka para monyet yang tidak dapat
berpikir sejauh itu untuk menyelamatkan diri mereka. Dan bukan pula maksudku
disini untuk menjelaskan hal tersebut dalam tulisanku kali ini.
Jadi dapatkah kita menarik kesimpulan atas kisah monyet dan
perangkap tersebut? Entah benar atau tidak moral yang dapat saya ambil darinya.
Dari kisah tersebut yang dapat saya simpulkan adalah terkadang kita mungkin
memang terjebak dalam sebuah perangkap yang mungkin dibuat seseorang atau
dibuat sebuah keadaan dimana mungkin kita tergiur dan terperangkap didalamnya. Tetapi
kita masih dapat lepas dari cengkraman pemburu atau perangkap tersebut bukan
hanya dengan sedikit atau banyak akal, bukan hanya dengan tenaga atau
keberuntungan. Namun dalam kisah ini adalah dengan melepaskan, lepaskahlah apa
yang kau genggam yang dalam hal ini adalah jebakan tersebut, bukan kita
menghindar bukan kita menjauhi tetapi kita melepaskan beban dalam diri ini. Bukan
kita menghindari sebuah masalah, tetapi kita melepaskan diri dari masalah yang
sesungguhnya tak mendekati dan mencari kita tetapi kita yang mendekati, dan
mencengkram masalah tersebut didalam hati ini.
Mungkin aku tak dapat menyampaikan apa yang ingin aku
sampaikan dengan baik, benar dan mudah untuk dipahami bagi para pembaca
sekalian. Tapi sesungguhnya aku menulis disini hari ini, saat ini bukan hanya
untuk berbagi sebuah cerita, tetapi lebih dari apapun itu adalah untuk membuat
diriku sendiri, sesuatu didalam diriku sendiri yang mungkin saat ini belum
tersadarkan, yang mungkin saat ini belum terbangun atau mungkin sedang tersesat
yang mungkin sedang terjebak dan menggenggam masalah yang tak seharusnya saya
khawatirkan. Agar ia mau melepaskannya, melepaskan cengkraman hatinya yang
kini tengah risau dan gundah untuk suatu
masalah yang tak dapat aku ketahui dari logikaku yang tak mengerti perasaanku
sendiri.
Aku bukan ingin mengatai siapapun itu sebagai monyet atau
mengatai diri sendiri ini adalah monyet yang tak mampu keluar dari jebakan
hatinya sendiri, aku hanya merasa kita sering kali terlalu tak sadar dan
terbawa oleh arus perasaan kita sendiri. Arus perasaan dimana saat kita merasa
sedih, kita merasa harus menampilkan wajah yang muram, disaat kita merasa
kecewa kita harus melipat wajah, disaat kita merasa lelah kita harus bermuram
durja. Karena aku begitu, aku seperti itu mungkin ada diantara pembaca sekalian
yang tak seperti diriku yang sungguh belum mampu mengusasai perasaanku sendiri,
dimana kesedihan, kegembiraan, kelelahan dapat merubah penampilan wajahku apa
yang aku tampilkan bagi orang-orang disekelilingku.
Haruskah aku seperti itu? Haruskah kita seperti itu?
Haruskan kita mengajak orang-orang disekeliling kita juga
ikut bersedih bersama dalam duka yang kita rasakan?
Kita mungkin bukan monyet tapi kita sering membiarkan diri
kita terjebak, terjebak karena kita mencengkram perasaan kita sendiri. Kita mungkin
bukan monyet tapi kita sering membiarkan diri kita terjebak, terjebak oleh
perasaan kita sendiri. Sekali lagi.. perasaan KITA SENDIRI.
Perasaan kita saat kita jatuh cinta, rasa bahagia dan senang
saat bersama-sama dengan orang yang dicinta. Bahkan kita mungkin akan menutup
mata akan segala kekurangannya, bukan maksudkku untuk mencari yang sempurna,
bukan maksudku untuk mencari yang terbaik didunia ini. Hanya saja bila
kekurangan yang ia miliki adalah kekurangan kasih sayang bagi kita haruskah
kita tetap bertahan?
Kita sering kali menjadi monyet yang tak mau melepaskan
perasaan ini, saat mungkin yang kita cintai adalah milik orang lain. Saat mungkin
yang kita cintai justru mencintai orang lain. Saat mungkin yang kita cintai
justru melukai kita. Kita tetap bertahan dalam luka seperti seekor monyet yang
tetap bertahan walau terjebak. Bukan maksudku sekali lagi untuk menyamakan diri
kita dengan monyet sungguh bukan itu. Karena ini hanya sebuah perumpamaan
bagiku, bagi diriku yang tak mampu melepaskan rasa yang mungkin membuatku
terjebak.
Aku pun tahu bahwa tak mudah untuk melepaskan, karena aku
pun pernah merasakannya. Aku tahu betapa tak mudah untuk mengedalikan perasaan
ini, bahkan meskipun perasaan ini adalah rasaku sendiri, tetap tak mudah bagiku
untuk mengendalikannya. Untuk membuat perasaanku sendiri dapat menuruti apa
yang aku inginkan. Aku tahu tak mudah
untuk melepaskan, tetapi kita tentu tidak ingin terus terjebak dan menjadi “monyet”
bukan? ;)
See you in the next chapter of my life.
Dan ingatkah kalian saat aku mengatakan aku sedang sedikit
sedih di awal tulisan ini, kesedihanku bukanlah tentang lepas dan melepaskan
ini, tetapi lebih dari apapun itu aku sendiri tak dapat mengerti apa yang
sedang terjadi di dalam perasaanku ini. Tapi aku hanya ingin menampilkan wajah
tak bahagia saat ini, dan setelah menulis aku tersadar (walau mungkin hanya
sesaat-dan itulah tujuanku diawal saat mulai menulis karena sebelum menyadarkan
siapa pun aku akan lebih dulu sadar walau mungkin sesaat saat aku menulis)
bahwa tak seharusnya semua orang ikut terbawa oleh kemurunganku dan tak semua
orang perlu tahu bahwa aku sedang dalam suasana hati yang tidaklah baik yang
aku pikir saat ini mungkin karena segala kelelahanku atau mungkin karena aku
sedang terjebak disini saat ini di depan komputer dengan setumpuk resah dan
gelisah, gundah dan beban karena segala tanggung jawab ini. But forget it just
enjoy reading my lovely reader :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar