Minggu, 13 September 2015

Menjauh dan Menghindar

Ada suatu rasa yang tak dapat aku pahami sendiri. Tetapi selalu ada masa dimana menemukan masalah dan jalan yang aku pilih hanya memutar arah untuk menghindarinya, memang seharusnya tak semua masalah kita anggap serius karena hal kecil tak seharusnya dibesar-besarkan. Tetapi apa yang seharusnya kita hadapi tak akan pernah bisa menyelesaikan masalah dirinya sendiri bila kita hanya selalu menghindarinya. Karena apa yang memang harus kita hadapi hanya akan kembali kepada kita suatu hari nanti, bahkan mungkin telah berevolusi menjadi lebih sulit untuk diselesaikan.

Entah apa yang aku pilih dan akan aku lakukan hanya saja selalu ada kecintaan untuk menulis dan mengungkapkan apa yang tak aku mengerti dalam sebuah tulisan yang mungkin hanya akan menjadi sampah dikemudian hari. Tetapi hanya dengan tulisan-tulisan semacam inilah aku mampu bertahan dari segala rasa yang menghampiriku dan menekan lurus menyesakkan dada.

Aku tak tahu apa aku kuat, aku tak tahu apa aku selalu berusaha untuk kuat ataupun terlihat kuat. Hanya saja semua masalah yang aku hadapi mungkin akan aku hadapi dengan senyuman yang tidaklah tulus, entah senyum terpaksa atau senyum tertahan, atau mungkin juga dengan wajah cemberut atau kemarahan. Tetapi aku tak bisa menunjukkannya dengan tangisan tak bisa membiarkan diriku menangis.

Justru terasa semakin menyedihkan menurutku. Menyedihkan melihat diriku sendiri. Sekarang ini berusaha menekan rasa yang ada untuk selalu terlihat baik-baik saja di depan orang lain. Hahahaha...
Menyedihkan karena aku tak bisa percaya entah itu orang lain atau diriku sendiri karena bahkan aku tak ingin menangis saat aku sendirian.

Mungkin tulisan ini hanya akan menjadi sampah yang tak berarti bagi orang lain, tetapi hanya dengan mulai menulis aku bisa jujur pada apa yang aku rasakan. Baru aku bisa membiarkan apa yang seharusnya mengalir dan selalu aku tahan untuk keluar bersama semua huruf yang aku ketikkan.

Terkadang aku hanya bisa menjadi begitu bodoh dan tidak mampu memahami apa yang sesungguhnya terjadi dan aku rasakan. Hanya saja ada rasa penyesalan yang dalam, rasa kekecewaan yang tertahan yang tak mau aku akui keberadaannya. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi didalam perasaanku sendiri, tapi aku tahu bahwa semua tidaklah baik-baik saja. Ada perasaan yang aku sembunyikan.

Mungkin dengan menulis memang tidak akan menyelesaikan masalah apapun juga dalam kehidupan ini, mungkin juga hanya akan sekedar dianggap "just talking" semata tetapi saat aku menulis aku dapat merasakan bahwa aku tidaklah sendirian di duina yang luas dan kejam ini. Karena masih ada diriku sendiri yang berdiam didalam hati ini yang bahkan kehadirannya sering tak aku anggap ada.

Salam palsu,
Vimala

Selasa, 28 Juli 2015

Kemarahan, Ego, Cemburu, Duka dan Cinta

Kemarahan
Tak dapat 'ku pungkiri aku adalah seorang anak manusia, sungguh-sungguh anak manusia sejati yang selalu saja diliputi oleh rasaku sendiri. Dimana terkadang rasa yang bergejolak dalam hati ini lebih kuat dibandingkan aku yang berada di luar dirinya (di luar sang rasa). Entah dari mana kekuatan itu bahkan kurasa kekuatanku pun berasal darinya, berasal dari rasa yang tercipta di dalam diri ini.

Bagaimana aku pada akhirnya mampu untuk mengendalikan rasaku sendiri, disaat rasa itu berubah menjadi mengerikan, disaat aku mengetahui apabila aku terus mengikuti permainan dari perasaan ini maka hanya akan ada satu akhir yang 'ku tahu, yaitu akhir dimana diriku yang akan terluka (kembali).

Kemarahan
Seperti kataku aku masih saja diliputi segala rasa itu, baik dalam kesan yang positif atupun negatif, namun rasa itu masih dan selalu ada meliputi diriku. Tak terkecuali dengan rasa marah. Aku selalu meyakinkan diri bahwa kemarahan tak akan membawa bahagia, bahwa kemarahan ibarat bara api yang sedang menyala dan begitu membara dengan sempurna.

Tentu kita semua yang memiliki pemikiran yang berjalan dengan sempurna tak akan mau memegang bara api tersebut dengan tangan hampa. Tapi tidak begitu saat kita hanya diliputi emosi tanpa kontrol dari pikiran yang berjalan dengan baik. Terkadang yang ada dalam pikiran dan hati ini hanya satu hal saja, yaitu harus membalas orang yang membuatku merasakan perasaan sakit ini, harus membalas orang yang menyakitiku, harus membuat orang yang menyakitiku juga tersakiti. Disaat-saat itulah kita akan melakukan apapun untuk menyakitinya. Tak peduli pada bara api yang sedang menyala dan membara, hanya berpikiran untuk melemparinya dengan api-api yang menyakitkan itu tanpa pemikiran panjang dan tentu saja tanpa adanya kebijaksanaan.

Ouchh..

Betapa menyakitkannya sebuah rasa marah, betapa melukainya dari sebuah rasa yang disebut kemarahan. Disaat aku hanya berpikir untuk membalasnya, membalas orang yang menyakitiku. Aku melupakan satu hal, aku melupakan bahwa amarah itu sudah menyakitiku terlebih dahulu.

Rabu, 17 Juni 2015

Monyet, Perangkap, dan Tangan yang Mengepal

Aku mungkin menulis kisah ini tidak dengan hati yang sepenuhnya bahagia, aku menulis dengan sedikit kesedihan yang bahkan tak dapat aku mengerti dan aku artikan sendiri. Ada rasa yang mengganjal di dalam hati ini yang tak dapat aku jelaskan pula. Hanya saja aku merasa semua akan lebih baik dan dapat kembali menjadi baik seandainya aku menulis. Ada satu hal yang salah dan kurang dalam hal ini yaitu perasaanku sendiri yang tak dapat aku mengerti sehingga aku hanya menulis, tak mengerti apa yang ingin aku ungkapkan dalam tulisan ini. (Jadi maaf bagi para pembaca bila apa yang saya ungkapkan menjadi berputar-putar dan membingungkan).

Hanya saja ada sebuah kisah yang bagiku sangatlah menarik bagi kita semua yang sedang terjebak dalam sebuah perangkap yang mungkin dibuat oleh seseorang atau oleh suatu keadaan tertentu, tapi tahukah kita bahwa kita dapat terjebak dalam perangkap itu bukan sepenuhnya salah sang pembuat perangkap tersebut.

Seperti kisah penangkap monyet yang membuat perangkap dari botol-botol yang telah diisi makanan atau dapat pula dari batok-batok buah kelapa yang sudah dibuat sedemikian rupa sehingga para monyet dapat memasukkan tanggannya kedalam jebakan yang manusia buat karena terpancing oleh makanan yang ada di dalam botol atau batok kelapa tersebut. Sehingga para monyet tersebut akan mengambil makanan-makanan yang ada di dalam jebakan dengan tangan mengepal (mengenggam) dan oleh sebab itu para monyet tersebut tidak dapat menarik tangan mereka keluar.
Namun tahukah para monyet yang terjebak tersebut, mereka tidak sesungguhnya terjebak dalam sebuah perangkap, ada cara dimana mereka dapat melepaskannya. Tahukah para pembaca sekalian bagaimana mereka dapat terlepas dari perangkap tersebut?


Minggu, 01 Maret 2015

Syukur dan penghargaan


Terima kasih Buddha untuk sekian banyak cinta yang telah hadir disekelilingku, terima kasih untuk kedua orang tua yang telah mengasihiku hingga saat ini, orang tuaku mungkin bukan yang terbaik di dunia ini, tetapi mereka adalah yang terbaik di sepanjang kehidupanku.

Entah sekarang akan jadi seperti apa jika bukan karena bimbingan mereka, meski sering kali aku lupa dan menganggap semua yang mereka katakan mengganggu dan terlalu ikut campur dalam kehidupanku, tapi bukankah harus aku ingat bahwa kehidupan ini berasal dari mereka, meski bukan milik mereka.

Karena mungkin mereka juga lupa bahwa kehidupan ini memang dari mereka tapi bukan milik mereka. Dengan segala informasi dan perubahan dalam kehidupan ini, sudah terlalu banyak paham yang berubah, banyak anak muda yang berpikir bahwa orang tua mereka mengganggu, bahwa mereka sudah dewasa dan ingin hidup sendiri, tapi bagaimanapun meski kehidupan kita ini bukan milik kedua orang tua kita, tetap saja kehidupan ini berasal dari mana? Kita harus ingat.

Karena bagaimanapun, meski zaman sudah semaju apapun, kata terima kasih tetaplah akan ada dalam dunia ini, akan tetap dikenal dalam kehidupan ini, meski mungkin tidak semua orang akan mengingat untuk berterima kasih pada orang lain. Tetapi rasa syukur itu tak akan pernah lenyap kata terima kasih itu tak akan pernah lenyap. Bukankah sesuatu yang terlupakan tidak berarti hilang? Meski mungkin suatu saat nanti akan semakin banyak orang yang tidak mau mengucapakan terima kasih bukan berarti kata terima kasih itu akan lenyap.

Begitu pula dengan hubungan kita dan orang tua kita, bagaimanapun juga zaman maju nantinya tidak akan mungkin robot bisa membuat kehidupan baru di dunia ini, tak akan mungkin teknologi menciptakan ketulusan kasih dari orang tua yang menyayangi anaknya. Tak mungkin teknologi menggantikan kehangatan pelukan seorang ibu, tak mungkin teknologi menggantikan peluh seorang ayah yang mencari nafkah.

Maka tak boleh pula kita lupa dari mana sumber kehidupan kita ini berasal.

Meski secanggih apapun teknologi saat ini, yang bisa membuat orang yang jauh terasa dekat, tetapi secara nyata kehadiran tersebut hanyalah visualisasi dari dirinya, tetap saja apa yang ada itu hanya alat yang dingin dan tidak membawa kehangatan, bagaimanapun juga teknologi saat ini tidak bisa menggantikan perasaan bahagia saat berkumpul dengan orang-orang yang kita kasihi, bagaimanpun juga teknologi saat ini hanya dapat mengobati rindu karena raga yang berjauhan.

Oleh sebab itu, jagalah semua sumber kehangatan di sekitarmu, jangan sampai semua terlupakan hanya karena benda dingin yang selalu kau genggam dengan khayalan bahwa visualisasi yang menyerang perasaanmu itu nyata, bagaimanapun sebuah teknologi memvisualisasikan orang yang terkasih nan jauh disana ia tak dapat menampilkan seseorang yang sudah tiada untuk dapat berkomunikasi lagi denganmu, bagaimanapun teknologi memvisualisasikannya, ia akan tetap berbentuk sama seperti gadget bukan manusia.

Bagaimanapun saya bukan manusia purba yang tidak mengikuti perkembangan zaman, hanya saja saya berharap bahwa kita tidak terlena oleh visualisai yang ditampilkan oleh gadget kita hingga kita lupa bahwa orang-orang yang ada disamping kita itu adalah nyata. Jangan sampai semua waktu yang berharga itu hilang berlalu dengan penyesalan karena belum menikmati masa-masa bersama.