Rabu, 20 Juli 2022

Menerima Perasaan Negatif

Kita hidup dalam tatanan yang sering kali tidak membiarkan kita untuk merasakan emosi-emosi negatif. Harus selalu bahagia, gembira dan hal-hal positif lainnya. Kita mungkin lupa, perasaan negatif yang membuat kita mampu untuk menjadi lebih baik. Saat ada masalah dan kita mencari jalan keluar atas permasalahaan tersebutlah kita menjadi pribadi yang lebih baik dari segi kemampuan maupun mental. Bukan masalah menangis, bukan masalah kecewa, bukan salah marah. Itu semua hanya emosi yang silih berganti dalam kehidupan kita. Dengan melarang merasakan emosi negatif tersebut kita justru terjatuh semakin dalam. Seperti terhisap pasir hidup yang kita sebut emosi negatif.

Dari apa yang aku rasakan, saat aku menolak aku merasa bersalah karena aku merasakan emosi yang aku sebut marah, kecewa, iri, penyesalan. Aku menjadi semakin kecewa dengan diri sendiri dan berkata, "Kenapa aku marah? Kenapa aku kecewa? Kenapa aku merasakan benci? Aku tidak boleh merasa marah. Aku bersalah. Aku jahat. Aku buruk." Dan begitulah aku mejadi buruk karena merasa buruk, aku menjadi buruk karena memiliki emosi.

Padahal aku manusia yang masih bernapas dan punya emosi, punya perasaan. Kenapa aku mengutuk diriku sendiri karena masih merasakan emosi yang aku cap sebagai emosi "buruk". Padahal bayangkan bila aku ingin tidak memiliki emosi, apa bukan aku jadi seperti psikopat yang gak punya empati? Rasa simpatik dan merasakan kesedihan orang lain juga emosi kan sebenarnya. Itulah hebatnya manusia memiliki emosi dan akal. Tapi bukan berarti aku salah, aku bodoh, aku buruk dengan aku merasakan emosi yang bergejolak.

Jangan paksakan dirimu tertawa dalam hati yang terluka. Terimalah. Sedih itu ada, marah itu ada, kecewa dan semua emosi negatif itu ada, tidak salah, tapi akan jadi salah dan menjadi masalah saat kita melakukan tindakan atas emosi negatif tersebut. Selama semua hanya dalam perasaan kita, kita tidak bersalah atas rasa negatif itu. Karena itu adalah emosi yang sewajarnya ada dalam kehidupan kita ini. Namun saat kita memukul karena marah, tentu itu jadi salah dan menjadi masalah. Kita melukai diri kita sendiri dan orang lain. Disanalah peran akal kita untuk menentukan tindakan yang kita lakukan. 

Bukan tidak ada. Rasa itu ada. Terima. Sadari.

"Oh, ya ini aku sendang marah." 

"Aku sedang sedih."

"Aku kecewa."

Kita mungkin akan menangis, kita mungkin marah. Tapi jangan biarkan kita dikendalikan oleh emosi negatif, jangan biarkan kita terlarut dalam kesedihan, dalam kekecewaan. Sadari itulah emosi yang aku rasakan saat ini. Lalu sudahi. Biarkan emosi itu berlalu. Temukan cara kita sendiri untuk meluapkan emosi dengan lebih elegan, bukan dengan sikap kasar karena menuruti emosi saja. Mungkin kita bisa menangis, kita bisa menulis, kita bisa bercerita, atau kita bisa diam. Seperti kata pepatah, "jangan mengambil keputusan saat emosional." "Diamlah saat kau marah." Karena mungkin kita bisa melakukan kesalahan bila melakukan tindakan saat emosi, karena akal kita sedang kurang kewaspadaannya. Dan tindakan tersebut mungkin akan merugikan kita dan orang lain juga menyebabkan penyesalan. Tindakan inilah yang seharusnya kita hindari, bukan emosinya. Tindakan inilah yang harus kita kendalikan, jangan sampai membuat kesalahan, penyesalan, merugikan orang lain maupun diri sendiri.

Aku hanya ingin bilang, tidak apa mengalami marah, tidak apa merasa kecewa, tidak apa menangis, tidak apa menyesal. Sadari kondisi emosi saat ini seperti apa. Terima. Lalu sudahi sampai disini. Jangan bawa emosi negatif itu kemanapun kau pergi, jangan bawa marahmu setiap hari. Cari akar masalah yang menyebabkan kita marah, akhirnya segala sesuatu akan berlalu juga. Lakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah, bukan menumpahkan emosi. Itu hal yang berbeda. Menumpahkan emosi hanya kesenangan sesaat tapi tidak menyelesaikan masalah.

Ini tentu perjalanan panjang yang tidak mudah, tidak sebentar. Aku pun masih terus belajar, tidak mudah untuk selalu hidup dalam kesadaran penuh dalam dunia yang penuh distraksi saat ini. Tidak mudah mendapat ketenangan di dunia yang penuh hiruk pikuk ini. Mari kita sama-sama belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Bukan dengan memaksa diri kita untuk selalu jadi pribadi yang memiliki emosi positif setiap saat, karena akan ada saatnya kita pun mengalami kekecewaan, kesedihan. Tapi jagalah tindakan kita untuk tetap benar.

Dahulu aku tidak mengerti tentang menahan emosi, aku pikir kita harus sabar, tidak boleh marah, tidak boleh merasakan semua perasaan yang kita anggap "negatif" itu. Apakah bukan kita akan meledak sendiri karena terus menahan diri? Itulah yang dahulu aku pikirkan. Mengapa kita harus mengalah, menahan emosi, yang aku anggap sebagai memendam. Tapi aku rasa sekarang yang aku pahami adalah bukan kita memendam emosi kita, karena kita tidak menyimpannya, kita tidak menyimpan marah, kita tidak menyimpan sedih, kita hanya seperti tempat sampah dengan lubang besar, emosi itu masuk, emosi itu ada, kita sadar dan membiarkannya berlalu.

Terkadang aku takut seperti menggurui, padahal aku masih jauh dari kata benar. Tapi tulisan ini bukan untuk menggurui sama sekali, tapi sebagai diary pengingat akan apa yang aku pikirkan saat ini.


Salam Maitri

20.07.22

Setelah malam penuh marah.