Minggu, 01 Maret 2015
Syukur dan penghargaan
Entah
sekarang akan jadi seperti apa jika bukan karena bimbingan mereka, meski sering
kali aku lupa dan menganggap semua yang mereka katakan mengganggu dan terlalu
ikut campur dalam kehidupanku, tapi bukankah harus aku ingat bahwa kehidupan ini
berasal dari mereka, meski bukan milik mereka.
Karena
mungkin mereka juga lupa bahwa kehidupan ini memang dari mereka tapi bukan
milik mereka. Dengan segala informasi dan perubahan dalam kehidupan ini, sudah
terlalu banyak paham yang berubah, banyak anak muda yang berpikir bahwa orang
tua mereka mengganggu, bahwa mereka sudah dewasa dan ingin hidup sendiri, tapi
bagaimanapun meski kehidupan kita ini bukan milik kedua orang tua kita, tetap
saja kehidupan ini berasal dari mana? Kita harus ingat.
Karena
bagaimanapun, meski zaman sudah semaju apapun, kata terima kasih tetaplah akan
ada dalam dunia ini, akan tetap dikenal dalam kehidupan ini, meski mungkin tidak
semua orang akan mengingat untuk berterima kasih pada orang lain. Tetapi rasa syukur
itu tak akan pernah lenyap kata terima kasih itu tak akan pernah lenyap. Bukankah
sesuatu yang terlupakan tidak berarti hilang? Meski mungkin suatu saat nanti
akan semakin banyak orang yang tidak mau mengucapakan terima kasih bukan
berarti kata terima kasih itu akan lenyap.
Begitu
pula dengan hubungan kita dan orang tua kita, bagaimanapun juga zaman maju
nantinya tidak akan mungkin robot bisa membuat kehidupan baru di dunia ini, tak
akan mungkin teknologi menciptakan ketulusan kasih dari orang tua yang
menyayangi anaknya. Tak mungkin teknologi menggantikan kehangatan pelukan
seorang ibu, tak mungkin teknologi menggantikan peluh seorang ayah yang mencari
nafkah.
Maka tak
boleh pula kita lupa dari mana sumber kehidupan kita ini berasal.
Meski
secanggih apapun teknologi saat ini, yang bisa membuat orang yang jauh terasa
dekat, tetapi secara nyata kehadiran tersebut hanyalah visualisasi dari
dirinya, tetap saja apa yang ada itu hanya alat yang dingin dan tidak membawa
kehangatan, bagaimanapun juga teknologi saat ini tidak bisa menggantikan perasaan
bahagia saat berkumpul dengan orang-orang yang kita kasihi, bagaimanpun juga
teknologi saat ini hanya dapat mengobati rindu karena raga yang berjauhan.
Oleh sebab
itu, jagalah semua sumber kehangatan di sekitarmu, jangan sampai semua
terlupakan hanya karena benda dingin yang selalu kau genggam dengan khayalan
bahwa visualisasi yang menyerang perasaanmu itu nyata, bagaimanapun sebuah
teknologi memvisualisasikan orang yang terkasih nan jauh disana ia tak dapat
menampilkan seseorang yang sudah tiada untuk dapat berkomunikasi lagi denganmu,
bagaimanapun teknologi memvisualisasikannya, ia akan tetap berbentuk sama
seperti gadget bukan manusia.
Minggu, 13 Juli 2014
Dear Myself
Sudah lama sekali rasanya tidak menulis mengenai apa yang aku rasakan, terlalu sibuk? mungkin iya terlalu sibuk mencari-cari alasan untuk tidak menulis. Rasanya terlalu lama tidak menulis bahkan jari-jari tangan pun terasa kaku untuk mengetik kata demi kata ini. Bahkan hatipun terasa kaku untuk menuliskan apa yang ingin ditulis.
Mungkin aku berubah terlalu jauh, mungkin aku terdiam terlalu lama. Mungkin..
Mungkin aku terlena terlalu tinggi, aku hanya berharap dan tidak menginginkan perubahan menjadi lebih malas dari ini. Tidak berharap memiliki perasaan aneh yang tidak dapat aku mengerti lebih lama dari ini.
Entah mengapa rasanya setelah beberapa waktu ini berlalu, aku merasa semakin kehilangan arah dan tak mengerti apa yang sesungguhnya aku inginkan, bahkan tidak mengerti apa yang aku rasakan. Aku tidak tahu apa setelah semua ini, semua akan berjalan menjadi lebih baik, aku mungkin merasa takut akan apa yang akan terjadi esok hari, tapi mengapa, mengapa aku merasa takut? aku tidak mencoba mencarinya jauh kedalam diriku sendiri selama ini, aku hanya terus membiarkan diriku larut dalam rasa takut tersebut, hingga membuat aku kehilangan arah dan menjalani hidup ini bagaikan zombie yang hidup segan mati tak bisa.
Hanya melalui semua aktivitas yang menjadi kewajibanku, tapi kehilangan semangat dalam hidup ini, seakan-akan kehidupan ini tak lagi berharga, lucu rasanya kini aku kembali mencoba mencari jati diruku yang mulai luntur dan hilang dimakan waktu yang sudah begitu lama aku habiskan untuk larut dalam segala perasaan yang mempermainkan kehidupanku hingga saat ini.
Apa kau berpikir aku menyesalinya?
yaa, tentu saja aku menyesalinya, mengapa aku begitu bodoh untuk tidak menyadarinya lebih cepat, tapi aku akan lebih menyesalinya jika saat ini aku masih tetap larut dalam segala perasaan yang mengombang-ambingkan diriku beberapa waktu ini. Aku merasa bahwa kini saatnya bangkit, aku harus bisa bangkit. Menjadi apapun aku nantinya hanya tergantung bagaimana aku menjalani hariku HARI INI.
Aku tidak berharap apapun saat mengetikan artikel ini, tidak sama sekali, bahkan diawal aku memulai mengetik judul dari artikel ini aku masih tidak dapat mengetahui apa yang akan aku tulis di sini. Aku hanya berharap bahwa dengan aku mengepost tulisan ini aku dapat mengingat apa yang aku sampaikan hari ini. Agar suatu hari nanti saat perasaanku kembali terombang-ambing aku dapat menemukan artikel ini kembali untuk mengingatkan aku bahwa aku pernah mersakan hal yang sama dulu dan aku berhasil bangkit, maka sekarang pun aku pasti bisa kembali bangkit.
Aku hanya berharap jika ada salah satu pembaca yang membaca artikel ini disaat ia merasa tidak mampu dan kehilangan arah menyadari bahwa ia tidak sendirian, setiap orang pasti pernah mersakan saat dimana ia merasa tidak mampu untuk berjalan, bahkan tidak mampu untuk merangkak. Aku hanya berharap saat ia membaca artikel ini, sedikit perasaan bersemangat kembali mucul pada dirinya, agar bisa sedikit membakar kembali semangat yang sedang dilanda badai. Aku tidak berharap banyak bahwa pembaca yang sedang murung tersebut dapat langsung kembali bersemangat saat membaca artikel ini, karena motivator terbaik ada dalam diri kita masing-masing.
Bukan aku yang mampu menyemangatimu, bukan dia, bukan juga dia, bukan siapa-siapa tapi HANYA DIRIMU SENDIRI. Motivator sehebat apapun akan kalah dengan motivator yang ada dalam diri kita sendiri.
Mari kawan untuk kembali bangkit menjadi pribadi yang lebih baik lagi bersama-sama.
Karena saat karma buruk sudah berbuah, menangis dan menyesal pun percuma.
"Sendiri yang makan, sendiri yang kenyang"
"Kita adalah penyelamat diri kita sendiri"
Sekian tulisan yang dapat saya hasilkan hari ini, semoga bermanfaat. :)
Bangkitlah sekarang, keluarlah dari zona nyaman yang melenakan dirimu selama ini, aku tahu itu sakit, tapi tak akan ada emas yang indah jika tidak ditempa oleh besi dan panasnya bara api, untuk menjadi indah kau perlu merasakan sakit, rasakan sakitnya terus rasakan sakitnya hingga perasaan sakit itu tak lagi kau rasakan.
Aku tahu kamu takut, demikian pula aku, aku tak tahu apa yang akan aku hadapi kedepannya, aku tak yakin apakah aku mampu, tapi aku sadari terus berada dalam ketakutan ini tak akan menghasilkan apapun, bahkan hanya membuat aku semakin mundur, sedikit demi sedikit mundur dari kemampuan yang tadinya aku miliki, dan hanya ada satu cara untuk mengenyahkan perasaan takut tersebut, yaitu:
BELAJAR
Perbanyak ilmu yang kau miliki, hingga kau yakin bahwa kau mampu untuk menghadapi persaingan di dunia yang kejam ini.
Tapi ingatlah satu hal, jangan biarkan kesombongan menghambatmu, karena pikiran yang sombong dan mersasa mampu akan menghambatmu dari rasa ingin tahu akan hal-hal baru di dunia ini.
Aku bukanlah apa-apa, aku bukanlah orang yang ingin mengajarimu dengan kecongkakan, sungguh bukan itu yang aku harapkan, aku hanya sedang membangkitkan semangat diriku yang sudah lama hilang, aku hanya sedang berusaha membangunkannya kembali, aku hanya ingin bersama-sama dengannya menjalani hidup yang menakutkan ini, meyakinkannya bahwa ia tak sendiri bahwa ia tak perlu takut, dan aku hanya berpikir jikalau apa yang aku katakan benar, mengapa tidak aku bagikan dengan orang lain, mungkin saja ada diatara kalian yang juga merasa takut dalam mengahadapi kehidupan ini seperti aku saat ini.
Salam hangat dari sahabatmu yang sedang berusaha membangkitkan semangatnya,
salam bagi saudara-saudara yang sedang putus asa, takut, dan tidak bersemangat.
Jumat, 31 Januari 2014
Happy Chinese New Year 2565/2014
Happy Chinese New Year 2565/2014 to all my friends far and near may the year of the horse brings you abundantly good wealth and health.
Wishing you a happy and prosperous Chinese New Year
The Year of Horse
- 31 Januari 2014 -
Itu Tidak Tetap, Itu Tidak Pasti
Ketika berfokus pada Dhamma
di sini dan saat kini. Di sinilah kita bisa melepas segala sesuatu dan
memecahkan kesulitan-kesulitan kita. Sekarang juga, pada saat ini, karena momen
kini mengandung sebab maupun hasilnya. Saat kini adalah buah masa lalu. Saat
kini juga sebab bagi masa depan. Kita tengah duduk sekarang ini adalah hasil
dari apa yang telah kita lakukan pada masa lalu, dan apa yang kita lakukan kini
akan menjadi sebab bagi apa yang kita alami pada masa depan. Jadi Buddha
mengajarkan kita untuk membuang masa lalu dan membuang masa depan. Megatakan
“membuang” bukanlah berarti kita membuang apa pun, namun berarti kita tetap di
dalam satu titik saat kini, di mana masa lalu dan masa depan menyatu. Jadi kata
“membuang” ini hanyalah cara bicara; apa yang ingin kita lakukan adalah sadar
akan saat kini, di mana sebab dan hasil ditemukan. Kita melihat saat kini dan
melihat pemunculan dan pelenyapan terus menerus, muncul dan berlalu.
Saya terus mengatakan hal
ini, namun orang-orang tidak benar-benar memasukkannya ke dalam hati: fenomena
muncul pada saat kini, dan mereka tidak stabil atau bisa diandalkan.
Orang-orang tidak terlalu melihat ke dalam hal ini. Apa pun yang muncul, saya
akan mengatakan, “Oh! Ini tidak tetap,” atau, “Ini tidak pasti.” Ini sangat
sederhana. Apa pun yang terjadi adalah tidak tetap dan tidak pasti. Namun
karena tidak melihat dan memahami hal ini, kita menjadi bingung dan tertekan.
Dalam yang tidak tetap, kita melihat ketetapan. Dalam yang tidak pasti, kita
melihat kepastian. Saya menjelaskannya, namun orang-orang tidak memahaminya,
dan mereka terus saja menjalani hidup mereka dalam pengejaran segala sesuatu
tanpa akhir.
Sungguh, jika Anda mencapai
titik damai, Anda akan berada di sini, di tempat yang saya bicarakan, titik ini
pada saat kini. Apa pun yang muncul, bentuk kebahagiaan atau penderitaan apa
pun, Anda akan melihatnya sebagai tidak pasti. Ketidakpastian inilah Buddha itu
sendiri, karena ketidakpastian adalah Dhamma, dan Dhamma adalah Buddha. Tapi kebanyakan
orang mempercayai Buddha dan Dhamma sebagai sesuatu yang berada di luar diri
mereka.
Ketika batin mulai menyadari
bahwa segala hal tanpa kecuali alami bersifat tidak pasti, masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh cengkeraman dan kelekatan mulai berkurang dan pudar. Jika kita
memahami hal ini, batin mulai melepas dan meletakkan segala sesuatu, tidak
mencengkeram segala sesuatu, dan kelekatan bisa tiba di akhirnya. Ketika
kelekatan berakhir, kita pasti mencapai Dhamma; tak ada sesuatu pun yang melampaui
ini.
Ketika kita bermeditasi,
inilah yang ingin kita realisasi. Kita ingin melihat ketidaktetapan,
ketidak-puasan, dan ketiadadirian, dan ini dimulai dengan melihat
ketidakpastian. Ketika kita melihatnya dengan sempurna dan jernih, maka kita
bisa melepas. Ketika kita mengalami kebahagiaan, kita melihat bahwa “ini tidak
pasti”. Ketika kita mengalami duka, kita melihat bahwa “ini tidak pasti”. Kita
mendapat gagasan bahwa akan baik untuk pergi ke suatu tempat, dan kita
menyadari, “itu tidak pasti.” Kita pikir akan baik untuk tetap berada di mana
kita berada, dan kita menyadari, “ini pun tidak pasti.” Kita melihat bahwa
segala hal mutlak tidak pasti, dan kita akan hidup dengan nyaman. Kemudian kita
bisa tinggal di mana kita berada dan merasa nyaman, atau kita bisa pergi ke
tempat lain dan merasa nyaman.
Keraguan akan berakhir
seperti ini. Mereka akan berakhir dengan metode praktik pada saat kini ini.
Tidak perlu resah mengenai masa lalu, karena itu telah berlalu. Apa pun yang
terjadi pada masa lalu telah terjadi dan lenyap pada masa lalu, dan sekarang
sudah selesai. Kita bisa melepas kekhawatiran mengenai masa depan, karena apa
pun yang akan terjadi pada masa depan akan terjadi dan lenyap pada masa depan.
Ketika umat perumah-tangga
datang memberikan persembahan ke sini, mereka melafal, “Pada akhirnya, semoga
kita mencapai Nibbana pada masa depan.” Kapan atau di mana itu, mereka tidak
benar-benar tahu. Nibbana jadinya nun jauh. Mereka tidak mengatakan, “Di sini
saat kini.” Mereka megatakan “Suatu saat pada masa depan.” Selalu suatu tempat,
suatu saat “di sana”. Bukan “di sini”. Hanya “di sana”. Dalam kehidupan
berikutnya, juga akan dibilang “di sana”, dan dalam kehidupan-kehidupan
mendatang juga akan dibilang “di sana”. Jadi mereka tidak akan pernah sampai,
karena Nibbana selalu “di sana”.
Ini seperti orang-orang
yang mengundang seorang bhikkhu tua untuk menerima dana makanan di desa dan
mengatakan, “Tolong Bhante pergi menyambut dana ke desa sana.” Kemudian ketika
ia telah berjalan ke desa yang jauh dari sana, penduduknya berkata, “Tolong
Bhante menerima dana makanan di sebelah sana.” Ia terus berajlan, namun ke mana
pun ia tiba, mereka memberitahunya, “Tolong Bhante menerima dana makanan di
sana.” Orang tua malang ini tidak akan pernah mendapatkan sesuap makanan; ia hanya
akan terus berjalan “ke sana,” dan “di sebelah sana”, dan tidak menerima apa
pun.
Kita cenderung seperti ini.
Kita tidak pernah mengatakan “di sini saat kini”. Kenapa tidak? Apa ada yang
salah dengan saat kini? Ini karena kita masih terlibat dengan segala sesuatu.
Kita masih bergembira dalam keduniawian dan tidak berani melepasnya. Jadi kita
lebih suka membiarkannya menjadi “suatu ketika pada masa depan”. Persis seperti
orang yang menyuruh bhikkhu tua tadi menerima dana makanan: “Tolong Bhante pergi
ke sebelah sana untuk menerima dana makanan.” Jadi ia terus mencari tempat “di
sana”, di mana ia bisa menemukan dana makanan untuk menyokong dirinya, namun
tidak pernah “di sini”, dan ia tidak pernah menerima makanan apa pun pada
akhirnya.
Mari kita bicarakan
mengenai di sini saat kini, dalam kekinian. Praktik benar-benar bisa dilakukan
dalam kekinian; kita tidak perlu melihat suatu ketika pada masa depan.
Alih-alih menjadi resah mengenai apa saja, kita cukup melihat Dhamma di sini
saat kini dan melihat ketidakpastian dan ketidaktetapan. Maka Batin Buddha,
Yang Mengetahui, muncul. Hal ini dikembangkan melalui pengetahuan ini, bahwa
segala hal adalah tidak tetap.
Disinilah pengetahuan
diperoleh. Samadhi, keheningan batin, dapat dikembangkan di sini. Ada kedamaian
dalam hidup di hutan: ada ketenangan ketika mata tidak melihat dan telinga
tidak mendengar. Batin ditenangkan dari melihat dan mendengar. Namun batin
tidak ditenangkan dari kotoran batin. Kotoran batin masih di sana, namun pada
saat itu mereka tidak muncul. Itu seperti air dengan endapan di dalamnya:
ketika air diam, air jernih, namun ketika sesuatu mengusiknya, kotoran naik dan
mengeruhkannya. Anda pun sama dalam praktik Anda. Ketika Anda melihat bentuk,
mendengar suara, memiliki pengalaman tak menyenangkan, atau merasa sensasi
tubuh yang tak menyenangkan, maka Anda terusik. Jika semua ini tidak terjadi,
Anda nyaman; Adna nyaman dengan kotoran batin.
Anda mungkin ingin
mendapatkan sesuatu, seperti sebuah kamera. Jika Anda mendapatkannya, Anda
merasa bahagia. Sebelum Anda mendapatkannya, Anda tidak akan puas, dan ketika
akhirnya Anda bisa mendapatkannya, ada berbagai kesenangan dalam hal itu.
Kemudian, jika kamera itu dicuri, Anda akan kesal. Kesenangan Anda telah
hilang. Jadi sebelum Anda bisa mendapatkan apa yang Anda inginkan, ada
ketidakbahagiaan; ketika Anda mendapatkannya, ada kebahagiaan; dan kemudian
ketika itu hilang, ada ketidakbahagiaan lagi.
Samadhi yang datang dari
hidup dalam lingkungan yang damai adalah seperti itu. Ada kebahagiaan dalam
merasa senang oleh keadaan yang damai, namun kebahagiaan hanya sampai sejauh
itu, karena batin berada di bawah pegaruh nafsu akan sesuatu yang bisa berubah.
Setelah sejenak, kebahagiaan akan pergi, dan ketidakbahagiaan akan mengambil
tempatnya – persis seperti ketika pencuri mendapatkan kamera Anda. Inilah
kedamaian samadhi, kedamaian sementara dari meditasi keheningan.
Kita harus menilik ke dalam
hal ini sedikit lebih mendalam. Apa pun yang kita miliki akan menjadi sumber
duka ketika kita kehilangannya jika kita tidak sadar akan ketidaktetapannya.
Jika kita menyadarinya, maka kita bisa menggunakan segala sesuatu tanpa
terbebani oleh mereka.
Anda mungkin ingin
menjalankan bisnis, dan Anda perlu mendapat pinjaman dari bank. Jika Anda tidak
bisa mendapatkannya sekalipun dengan segenap upaya, Anda akan mendapatkan duka.
Akhirnya bank mungkin setuju meminjamkan uang, dan Anda gembira. Kegembiraan
Anda tidak akan bertahan selama berjam-jam – namun bunganya akan mulai
menumpuk. Setelah beberapa lama, itu akan menjadi kekhawatiran Anda: apa pun yang
Anda lakukan, bahkan meski cuma duduk di kursi santai Anda, mereka akan
membebani Anda dengan bunga. Jadi ada duka karena ini. Sebelumnya, ada duka
karena tidak mampu menemukan pinjaman. Ketika Anda dapat pinjaman, tampaknya
Anda sudah mantap dan segalanya akan baik, tapi kemudian Anda mulai harus
memikirkan mengenai bunga pinjaman, dan duka pun kembali datang.
Maka itu, Buddha
mengajarkan untuk melihat ke saat kini dan melihat ketidaktetapan badan dan
batin, dari semua fenomena tatkala mereka muncul dan lenyap, tanpa
mencengkerami satu pun. Jika kita bisa melakukan ini, kita akan mengalami
damai. Kedamaian ini mucul karena melepas; pelepasan muncul karena
kebijaksanaan, kebijaksanaan yang datang dari pengamatan akan ketidaktetapan,
duka, dan ketiadadirian, kebenaran pengalaman, dan menyaksikan kebenaran ini
dalam batin kita sendiri.
Dengan berlatih seperti
ini, kita terus menerus melihat dengan jernih dalam batin kita sendiri.
Fenomena muncul dan lenyap. Lenyap, ada pemunculan baru; muncul, ada lenyap.
Jika kita membentuk kelekatan terhadap apa yang terjadi, duka akan mucul tepat
di sana. Jika kita melepas, duka tidak akan muncul. Kita melihat ini dalam
batin kita sendiri.
Kita bisa mendapatkan
kepastian sejati mengenai Dhamma ketika bermeditasi seperti ini, dan kita bisa
sampai ke titik di mana segala yang harus kita lakukan adalah melihat batin
kita pada saat kini. Kita melepas masa lalu dan masa depan, melihat pada masa
kini, dan kita melihat ketiga ciri secara sinambung dan dalam segala hal.
Berjalan, ada ketidaktetapan. Berdiri, ada ketidaktetapan. Duduk, ada
ketidaktetapan. Itulah kebenaran hakiki dalam segala sesuatu. Jika Anda mencari
kepastian atau ketatapan, Anda hanya bisa menemukannya dalam segala sesuatu
dengan cara ini dan tidak mengubahnya ke cara yang lainnya. Ketika pandangan
Anda menjadi matang seperti ini, Anda akan berada dalam damai.
Atau apa Anda pikir bahwa
dengan pergi bermeditasi ke puncak gunung sunyi Anda akan memiliki kedamaian?
Anda mungkin mendapat kedamaian sebentar. Namun ketika kerasnya kehidupan di
sana mulai mengejar Anda, Anda akan mulai merasa lapar dan lelah. Lalu Anda
turun gunung dan menuju kota. Banyak
makanan enak dan kenyamanan di sana. Namun kemudian Anda akan mulai berpikir
bahwa itu mengganggu latihan Anda – lebih baik pergi ke suatu tempat terpencil.
Sunggguh, orang yang
menderita ketika hidup sendirian adalah dungu. Orang yang menderita ketika
hidup dengan orang lain adalah dungu. Itu seperti kotoran ayam: jika Anda
membawanya ketika Anda sendirian, kotoran itu bau. Jika Anda membawanya ketika
Anda di antara orang lain, kotoran itu juga bau. Anda membawa benda busuk
bersama Anda.
Jika kita pintar, maka kita
bisa hidup bersama banyak orang dan merasa bahwa itu bukanlah lingkungan yang
damai, dan itu benar sampai batas tertentu; hidup bersama banyak orang bisa
menjadi sebab untuk memperoleh kebijaksanaan. Saya mengembangkan sebagian
kebijaksanaan dari memiliki banyak murid. Perumah-tangga datang dalam jumlah
banyak, banyak bhikkhu datang ingin menjadi murid, dan tiap orang punya
pandangan dan sifat masing-masing. Saya mengalami banyak hal yang berbeda, dan
saya harus mampu menanagani situasi. Kapasitas kesabaran dan ketahanan saya
menjadi kuat. Sampai ke batas saya bisa menanggungnya, dan saya masih mampu
tetap berlatih. Pada saat itu semua pengalaman saya menjadi bermakna. Namun
jika kita tidak mengerti dengan benar, tidak ada pemecahan. Hidup sendirian
akan baik – sampai kita muak dengannya. Kemudian kita akan pikir lebih baik
hidup dalam kelompok. Mendapat makanan sederhana tampaknya baik, dan kemudian
mungkin mendapat banyak makanan tampaknya adalah jalan yang benar. Akan terus
seperti ini kalau kita tidak bisa memahami batin kita sekali untuk selamanya.
Melihat bahwa segalanya tak
dapat diandalkan, kita akan menyikapi semua situasi kekurangan atau kelimpahan
sebagai tidak pasti dan tidak akan memiliki kelekatan terhadap mereka. Kita
menaruh perhatian terhadap momen kini, di mana pun tubuh ini kebetulan berada.
Lalu, berdiam akan jadi oke. Berpergian akan jadi oke. Semuanya akan jadi oke,
karena kita fokus pada praktik mengenali segala sesuatu sebagaimana adanya.
Orang-orang bilang, “Ajahn
Chah hanya bicara mengenai “tidak pasti”.” Mereka muak mendengar ini, dan
merkea kabur dari saya. “Kami pergi mendengarkan Ajahn Chah mengajar, tapi
semua yang ia katakan hanya mengenai “tidak pasti”.” Mereka tak tahan lagi
mendengar hal kuno yang sama melulu, maka mereka pergi. Saya kira mereka akan
pergi mencari suatu tempat di mana segalanya akan pasti. Namun mereka kembali.
Sumber : Ini Pun Akan Berlalu - Ajahn Chah
Sabtu, 17 Agustus 2013
Perbuatan Baik Pasti Berguna - Memulangkan Dompet, Membawa Pahala yang Tak Terduga
Apa yang Anda lakukan apabila menemukan dompet orang lain? Bila didalamnya terdapat identitas, kita bisa menghubungi pemilik dompet, atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib.
Dan hal apa yang kita lakukan apabila kehilangan dompet, kita pasti datang lagi ke tempat yang sekiranya tadi kita lewati, berharap mendapatkan kembali dompet kita yang hilang.
Dikisahkan pada dinasti Ming dimasa Jiajing, di kota Jiangsu Wujiang ada seorang pria yang bernama Si Fu dan istrinya. Pasangan suami-istri ini mempunyai dua mesin pembuat kain sutra, sehingga mereka mengandalkan mesin ini sebagai pendapatan mereka.
Pada suatu hari Si Fu dalam perjalanan pulang setelah menjual sutra, ditengah perjalanan dia menemukan sebuah dompet kecil yang didalamnya hanya ada sedikit uang. Didalam hatinya dia berpikir, “Uang ini pasti milik pengusaha kecil dan seluruh keluarganya pasti mengandalkan uang ini, jika uang ini hilang pasti mereka akan menderita.”
Oleh sebab itu dia berhenti ditempat ini untuk menunggu pemiliknya datang mencari, setelah seharian menunggu dan menahan lapar akhirnya pemiliknya datang. Pemiliknya adalah seorang pemuda, setelah menyelidiki dan memastikan dompet tersebut miliknya Si Fu mengembalikan kepadanya.
Pemuda ini sangat berterima kasih, sehingga dia mengambil separuh dari uang tersebut untuk diberikan kepada Si Fu sebagai imbalan. Tapi Si Fu menolak menerima uang itu, pemuda itu lalu memberi buah dan mengundang Si Fu untuk makan, tetapi Si Fu tetap menolaknya. Setelah mengucapkan terima kasih, tanpa menyebut namanya Si Fu pun pergi.
Setelah sampai di rumah dia menceritakan hal ini kepada istrinya, istrinya berkata, “Sungguh suatu perbuatan terpuji.” Suami istri ini bukan bahagia mendapatkan dompet itu, tapi merasa bergembira karena dapat mengembalikan dompet itu kepada pemiliknya.
Sejak saat itu, Si Fu setiap tahun memelihara ulat sutra selalu mendapatkan untung, tetapi pada suatu tahun di kota mereka tidak ada daun murbei untuk makan ulat sutranya. Beberapa penduduk kota mereka berunding untuk naik perahu, menyeberangi danau ke kota lain untuk membeli daun murbei.
Ketika mereka sedang berada dalam perahu dan belum sampai ke tempat tujuan, hari telah mulai gelap. Mereka lalu mencari pantai terdekat untuk berhenti dan memasak makan malam. Si Fu naik ke daratan untuk mencari kayu bakar, dalam perjalanannya dia bertemu dengan pemuda yang dahulu kehilangan dompetnya.
Pemuda yang bernama Zhu En itu memanggil Si Fu, mereka berdua lalu mengobrol. Si Fu berkata, “Karena kami kekurangan daun Murbei, maka harus pergi mencari ke kota lain.”
Zhu En berkata, “Daun murbei di taman saya sangat banyak, tidak habis dipakai sendiri, jika Anda mau ambil saja, murbei ini sepertinya memang tumbuh untuk Anda. Dan pertemuan kita berdua juga memang sudah takdir.” Mereka berdua akhirnya seperti dua bersaudara.
Istri Zhu En menyediakan makan malam untuk menjamu penolong mereka, dia bermaksud untuk memotong ayam sebagai lauk, tetapi Si Fu berkata, “Makan sayur saja sudah cukup, jangan membunuh ayam tersebut !” Si Fu melarang istri Zhu En memotong ayam.
Zhu En menyiapkan tempat tidur bagi Si Fu bermalam dengan membuka pintu rumahnya sebagai papan tempat tidur dengan disanggah oleh dua buah kursi. Pada malam hari, tiba-tiba Si Fu mendengar suara ayam yang menjerit. Oleh sebab itu dia bergegas bangun untuk melihat apa yang terjadi, begitu dia bangun dari tempat tidur dan berjalan keluar dia mendengar suara yang sangat keras, seperti suara benda keras yang terjatuh.
Zhu En terbangun mendengar suara keras itu, dia bergegas memasang lampu dan dia melihat pintu yang dibuat tempat tidur untuk Si Fu telah hancur, kursi berserakan, rupanya ada lemari besar tua setinggi langit-langit yang ternyata kakinya rapuh jatuh menimpa tempat tidur tersebut.
Si Fu menyuruh mereka jangan memotong ayam tersebut, akhirnya ayam tersebut yang membalas budi untuk menyelamatkan nyawanya.
Sejak saat itu, Si Fu dan istrinya semakin giat membantu orang lain dan beramal, perbuatan apa saja yang bisa membantu orang lain pasti mereka lakukan. Tidak sampai 10 tahun usaha mereka semakin maju, mereka semakin kaya dan semakin banyak membantu orang lain.
Sumber : Kebajikan ( De 德 )
Rabu, 31 Juli 2013
Profesional yang Tidak Lupa Diri
Seorang ahli ukir (A) mendapat perintah dari penguasa
setempat ntuk membuat rupang Buddha dari batu setinggi 6 meter untuk dijadikan
tugu perbatasan kota. A merasa senang dan bangga mendapat tugas ini. Ia bersama
teamnya bekerja dengan tekun selama 2 tahun.
Seminggu sebelum peresmian penguasa beserta pejabat lainnya
mengadakan peninjauan lapangan. Penguasa berkata, “Bagus, hanya saja hidungnya
kurang turun dan harus diperbaiki.” A tersenyum dan mengangguk. Ia naik ke atas
menuju hidung rupang Buddha terseut. Dari bawah tampak bubuk-bubuk batu
bertebaran. Tidak lama kemudian ia turun. Penguasa berkata dengan kagum, “Luar
biasa bagus. Engkau mengikuti petunjukku, rupang ini menjadi luar biasa.”
Peresmian berjalan dengan lancar dan bai,. Penguasa bangga
sekali, dalam kata sambutan ia mengatakan bahwa seminggu yang lalu rupang ini
kurang bagus. Mendengar hal itu A hanya tersenyum, karena pada kenyataannya
tidak ada bagian dari rupang Buddha itu yang diubahnya. Ia naik ke atas dengan
membawa bubuk batu, dan perlahan-lahan bubuk batu itu dibuang ke bawah.
Teman-teman se-Dharma, Anda mungkin pernah pula mengalami
kondisi seperti A. Meskipun Anda ahli, ketika mendapat teguran dari pimpinan,
Anda tidak perlu lupa diri dan berdebat, juga tidak perlu terpengaruh. Dapat
dibayangkan, bila saat itu A melawan penguasa dihadapan banyak orang, tentu
penguasa akan tersinggung dan tidak senang, suasana akan menjadi tidak enak,
urusan menjadi tidak berhasil dengan baik. Karya manusia yang utama adalah
hasil yang optimal, bukan? Tentu cara mendapatkannya tidak boleh jaha. Apakah
dengan demikian A telah berbohong? Yang tahu hanya ia dan karmanya.
Buddha mengajarkan untuk melenyapkan avidya/kebodohan. Hidup
itu nyata, ada yang menentukan dan ada yang ditentukan. Orang yang ingin
sukses, ia haus pandai memahami situasi dan kondisi yang dihadapi: menghadapi
situasi yang tidak menyenangkan tidak mengumar emosi, tidak jahat dan tidak
bertindak yang merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Bertindaklah yang
cerdas dalam situasi apapun, jadikanlah Buddha Dharma sebagai pelita hidupmu.
Omitofo.
Sumber : Pencerahan Batin
Karya : Y.A Maha Bhiksu Dutavira Sthavira
Jumat, 14 Juni 2013
Memberi Lebih Dulu
Seorang pria paruh baya mempunyai sebuah toko makanan ternak yang tidak begitu laku. Makin hari makin sedikit orang-orang yang membeli makanan ternak
Dalam keputusasaanya, pria tersebut mendapat ide gila yaitu menginvestasikan 50 dolar (uang yang cukup banyak pada zaman itu) untuk membeli 1000 ekor anak ayam. Para tetangganya langsung mengejek dan menganggap pria itu gila. Jual makanan ayam saja tidak bisa, apalagi jual anak ayam. Mereka lebih heran lagi ketika tahu bahwa pria ini tidak menjual anak ayam tersebut. Sebaliknya ia memberikan anak-anak ayam tersebut secara GRATIS kepada pembeli makanan ternaknya.
Benar-benar Gila! mereka berpikir, tokonya mau bangkrut, malah beli banyak anak ayam, lalu membagi-bagikan anak ayam tersebut secara gratis. Mana ada pebisnis waras yang melakukan hal seperti itu? Nyatanya, setelah ada program gratis anak ayam tersebut, mulai banyak orang membeli ditokonya.
Semakin hari ternyata tokonya semakin laris saja. Setelah diselidiki ternyata pembeli yang menerima anak ayam gratis itu kembali lagi. mengapa bisa demikian? Tentu saja mereka beli makanan ayam untuk anak ayam gratisan itu.
Apa pesan moral dari cerita tersebut diatas ?
Jangan pernah takut untuk memberi karena memberi adalah langkah pertama untuk kita menerima. Sayangnya banyak orang selalu berpikir yang sebaliknya menerima dulu, baru berpikir untuk memberi. Ini yang membuat kita tidak mengalami terobosan apa-apa dalam hidup ini.
Mana ada petani yang mengharapkan untuk menuai padahal ia tdk pernah menabur sebelumnya? Selama ada kesempatan, jadilah orang yang murah hati, beri kebaikan, beri perhatian, beri, dan beri. Jangan hanya Beri jika ada keuntungan saja untuk kita. Ingatlah bahwa hidup ini seperti Gema. Apa yang kita keluarkan akan kembali lagi kepada kita. Apa yang kita berikan akan kita dapatkan kembali, bahkan berkali kali lipat dari apa yang kita berikan.
Mari selalu melakukan kebaikan, jauhkan rasa iri hati, menabur yg baik tentu akan menuai kebaikan. Selamat memberi !
Sumber : Sumber - SL.Book
Langganan:
Postingan (Atom)