Jumat, 31 Januari 2014

Itu Tidak Tetap, Itu Tidak Pasti

Ketika berfokus pada Dhamma di sini dan saat kini. Di sinilah kita bisa melepas segala sesuatu dan memecahkan kesulitan-kesulitan kita. Sekarang juga, pada saat ini, karena momen kini mengandung sebab maupun hasilnya. Saat kini adalah buah masa lalu. Saat kini juga sebab bagi masa depan. Kita tengah duduk sekarang ini adalah hasil dari apa yang telah kita lakukan pada masa lalu, dan apa yang kita lakukan kini akan menjadi sebab bagi apa yang kita alami pada masa depan. Jadi Buddha mengajarkan kita untuk membuang masa lalu dan membuang masa depan. Megatakan “membuang” bukanlah berarti kita membuang apa pun, namun berarti kita tetap di dalam satu titik saat kini, di mana masa lalu dan masa depan menyatu. Jadi kata “membuang” ini hanyalah cara bicara; apa yang ingin kita lakukan adalah sadar akan saat kini, di mana sebab dan hasil ditemukan. Kita melihat saat kini dan melihat pemunculan dan pelenyapan terus menerus, muncul dan berlalu.
Saya terus mengatakan hal ini, namun orang-orang tidak benar-benar memasukkannya ke dalam hati: fenomena muncul pada saat kini, dan mereka tidak stabil atau bisa diandalkan. Orang-orang tidak terlalu melihat ke dalam hal ini. Apa pun yang muncul, saya akan mengatakan, “Oh! Ini tidak tetap,” atau, “Ini tidak pasti.” Ini sangat sederhana. Apa pun yang terjadi adalah tidak tetap dan tidak pasti. Namun karena tidak melihat dan memahami hal ini, kita menjadi bingung dan tertekan. Dalam yang tidak tetap, kita melihat ketetapan. Dalam yang tidak pasti, kita melihat kepastian. Saya menjelaskannya, namun orang-orang tidak memahaminya, dan mereka terus saja menjalani hidup mereka dalam pengejaran segala sesuatu tanpa akhir.
Sungguh, jika Anda mencapai titik damai, Anda akan berada di sini, di tempat yang saya bicarakan, titik ini pada saat kini. Apa pun yang muncul, bentuk kebahagiaan atau penderitaan apa pun, Anda akan melihatnya sebagai tidak pasti. Ketidakpastian inilah Buddha itu sendiri, karena ketidakpastian adalah Dhamma, dan Dhamma adalah Buddha. Tapi kebanyakan orang mempercayai Buddha dan Dhamma sebagai sesuatu yang berada di luar diri mereka.
Ketika batin mulai menyadari bahwa segala hal tanpa kecuali alami bersifat tidak pasti, masalah-masalah yang ditimbulkan oleh cengkeraman dan kelekatan mulai berkurang dan pudar. Jika kita memahami hal ini, batin mulai melepas dan meletakkan segala sesuatu, tidak mencengkeram segala sesuatu, dan kelekatan bisa tiba di akhirnya. Ketika kelekatan berakhir, kita pasti mencapai Dhamma; tak ada sesuatu pun yang melampaui ini.
Ketika kita bermeditasi, inilah yang ingin kita realisasi. Kita ingin melihat ketidaktetapan, ketidak-puasan, dan ketiadadirian, dan ini dimulai dengan melihat ketidakpastian. Ketika kita melihatnya dengan sempurna dan jernih, maka kita bisa melepas. Ketika kita mengalami kebahagiaan, kita melihat bahwa “ini tidak pasti”. Ketika kita mengalami duka, kita melihat bahwa “ini tidak pasti”. Kita mendapat gagasan bahwa akan baik untuk pergi ke suatu tempat, dan kita menyadari, “itu tidak pasti.” Kita pikir akan baik untuk tetap berada di mana kita berada, dan kita menyadari, “ini pun tidak pasti.” Kita melihat bahwa segala hal mutlak tidak pasti, dan kita akan hidup dengan nyaman. Kemudian kita bisa tinggal di mana kita berada dan merasa nyaman, atau kita bisa pergi ke tempat lain dan merasa nyaman.
Keraguan akan berakhir seperti ini. Mereka akan berakhir dengan metode praktik pada saat kini ini. Tidak perlu resah mengenai masa lalu, karena itu telah berlalu. Apa pun yang terjadi pada masa lalu telah terjadi dan lenyap pada masa lalu, dan sekarang sudah selesai. Kita bisa melepas kekhawatiran mengenai masa depan, karena apa pun yang akan terjadi pada masa depan akan terjadi dan lenyap pada masa depan.
Ketika umat perumah-tangga datang memberikan persembahan ke sini, mereka melafal, “Pada akhirnya, semoga kita mencapai Nibbana pada masa depan.” Kapan atau di mana itu, mereka tidak benar-benar tahu. Nibbana jadinya nun jauh. Mereka tidak mengatakan, “Di sini saat kini.” Mereka megatakan “Suatu saat pada masa depan.” Selalu suatu tempat, suatu saat “di sana”. Bukan “di sini”. Hanya “di sana”. Dalam kehidupan berikutnya, juga akan dibilang “di sana”, dan dalam kehidupan-kehidupan mendatang juga akan dibilang “di sana”. Jadi mereka tidak akan pernah sampai, karena Nibbana selalu “di sana”.
Ini seperti orang-orang yang mengundang seorang bhikkhu tua untuk menerima dana makanan di desa dan mengatakan, “Tolong Bhante pergi menyambut dana ke desa sana.” Kemudian ketika ia telah berjalan ke desa yang jauh dari sana, penduduknya berkata, “Tolong Bhante menerima dana makanan di sebelah sana.” Ia terus berajlan, namun ke mana pun ia tiba, mereka memberitahunya, “Tolong Bhante menerima dana makanan di sana.” Orang tua malang ini tidak akan pernah mendapatkan sesuap makanan; ia hanya akan terus berjalan “ke sana,” dan “di sebelah sana”, dan tidak menerima apa pun.
Kita cenderung seperti ini. Kita tidak pernah mengatakan “di sini saat kini”. Kenapa tidak? Apa ada yang salah dengan saat kini? Ini karena kita masih terlibat dengan segala sesuatu. Kita masih bergembira dalam keduniawian dan tidak berani melepasnya. Jadi kita lebih suka membiarkannya menjadi “suatu ketika pada masa depan”. Persis seperti orang yang menyuruh bhikkhu tua tadi menerima dana makanan: “Tolong Bhante pergi ke sebelah sana untuk menerima dana makanan.” Jadi ia terus mencari tempat “di sana”, di mana ia bisa menemukan dana makanan untuk menyokong dirinya, namun tidak pernah “di sini”, dan ia tidak pernah menerima makanan apa pun pada akhirnya.
Mari kita bicarakan mengenai di sini saat kini, dalam kekinian. Praktik benar-benar bisa dilakukan dalam kekinian; kita tidak perlu melihat suatu ketika pada masa depan. Alih-alih menjadi resah mengenai apa saja, kita cukup melihat Dhamma di sini saat kini dan melihat ketidakpastian dan ketidaktetapan. Maka Batin Buddha, Yang Mengetahui, muncul. Hal ini dikembangkan melalui pengetahuan ini, bahwa segala hal adalah tidak tetap.
Disinilah pengetahuan diperoleh. Samadhi, keheningan batin, dapat dikembangkan di sini. Ada kedamaian dalam hidup di hutan: ada ketenangan ketika mata tidak melihat dan telinga tidak mendengar. Batin ditenangkan dari melihat dan mendengar. Namun batin tidak ditenangkan dari kotoran batin. Kotoran batin masih di sana, namun pada saat itu mereka tidak muncul. Itu seperti air dengan endapan di dalamnya: ketika air diam, air jernih, namun ketika sesuatu mengusiknya, kotoran naik dan mengeruhkannya. Anda pun sama dalam praktik Anda. Ketika Anda melihat bentuk, mendengar suara, memiliki pengalaman tak menyenangkan, atau merasa sensasi tubuh yang tak menyenangkan, maka Anda terusik. Jika semua ini tidak terjadi, Anda nyaman; Adna nyaman dengan kotoran batin.
Anda mungkin ingin mendapatkan sesuatu, seperti sebuah kamera. Jika Anda mendapatkannya, Anda merasa bahagia. Sebelum Anda mendapatkannya, Anda tidak akan puas, dan ketika akhirnya Anda bisa mendapatkannya, ada berbagai kesenangan dalam hal itu. Kemudian, jika kamera itu dicuri, Anda akan kesal. Kesenangan Anda telah hilang. Jadi sebelum Anda bisa mendapatkan apa yang Anda inginkan, ada ketidakbahagiaan; ketika Anda mendapatkannya, ada kebahagiaan; dan kemudian ketika itu hilang, ada ketidakbahagiaan lagi.
Samadhi yang datang dari hidup dalam lingkungan yang damai adalah seperti itu. Ada kebahagiaan dalam merasa senang oleh keadaan yang damai, namun kebahagiaan hanya sampai sejauh itu, karena batin berada di bawah pegaruh nafsu akan sesuatu yang bisa berubah. Setelah sejenak, kebahagiaan akan pergi, dan ketidakbahagiaan akan mengambil tempatnya – persis seperti ketika pencuri mendapatkan kamera Anda. Inilah kedamaian samadhi, kedamaian sementara dari meditasi keheningan.
Kita harus menilik ke dalam hal ini sedikit lebih mendalam. Apa pun yang kita miliki akan menjadi sumber duka ketika kita kehilangannya jika kita tidak sadar akan ketidaktetapannya. Jika kita menyadarinya, maka kita bisa menggunakan segala sesuatu tanpa terbebani oleh mereka.
Anda mungkin ingin menjalankan bisnis, dan Anda perlu mendapat pinjaman dari bank. Jika Anda tidak bisa mendapatkannya sekalipun dengan segenap upaya, Anda akan mendapatkan duka. Akhirnya bank mungkin setuju meminjamkan uang, dan Anda gembira. Kegembiraan Anda tidak akan bertahan selama berjam-jam – namun bunganya akan mulai menumpuk. Setelah beberapa lama, itu akan menjadi kekhawatiran Anda: apa pun yang Anda lakukan, bahkan meski cuma duduk di kursi santai Anda, mereka akan membebani Anda dengan bunga. Jadi ada duka karena ini. Sebelumnya, ada duka karena tidak mampu menemukan pinjaman. Ketika Anda dapat pinjaman, tampaknya Anda sudah mantap dan segalanya akan baik, tapi kemudian Anda mulai harus memikirkan mengenai bunga pinjaman, dan duka pun kembali datang.
Maka itu, Buddha mengajarkan untuk melihat ke saat kini dan melihat ketidaktetapan badan dan batin, dari semua fenomena tatkala mereka muncul dan lenyap, tanpa mencengkerami satu pun. Jika kita bisa melakukan ini, kita akan mengalami damai. Kedamaian ini mucul karena melepas; pelepasan muncul karena kebijaksanaan, kebijaksanaan yang datang dari pengamatan akan ketidaktetapan, duka, dan ketiadadirian, kebenaran pengalaman, dan menyaksikan kebenaran ini dalam batin kita sendiri.
Dengan berlatih seperti ini, kita terus menerus melihat dengan jernih dalam batin kita sendiri. Fenomena muncul dan lenyap. Lenyap, ada pemunculan baru; muncul, ada lenyap. Jika kita membentuk kelekatan terhadap apa yang terjadi, duka akan mucul tepat di sana. Jika kita melepas, duka tidak akan muncul. Kita melihat ini dalam batin kita sendiri.
Kita bisa mendapatkan kepastian sejati mengenai Dhamma ketika bermeditasi seperti ini, dan kita bisa sampai ke titik di mana segala yang harus kita lakukan adalah melihat batin kita pada saat kini. Kita melepas masa lalu dan masa depan, melihat pada masa kini, dan kita melihat ketiga ciri secara sinambung dan dalam segala hal. Berjalan, ada ketidaktetapan. Berdiri, ada ketidaktetapan. Duduk, ada ketidaktetapan. Itulah kebenaran hakiki dalam segala sesuatu. Jika Anda mencari kepastian atau ketatapan, Anda hanya bisa menemukannya dalam segala sesuatu dengan cara ini dan tidak mengubahnya ke cara yang lainnya. Ketika pandangan Anda menjadi matang seperti ini, Anda akan berada dalam damai.
Atau apa Anda pikir bahwa dengan pergi bermeditasi ke puncak gunung sunyi Anda akan memiliki kedamaian? Anda mungkin mendapat kedamaian sebentar. Namun ketika kerasnya kehidupan di sana mulai mengejar Anda, Anda akan mulai merasa lapar dan lelah. Lalu Anda turun gunung dan menuju  kota. Banyak makanan enak dan kenyamanan di sana. Namun kemudian Anda akan mulai berpikir bahwa itu mengganggu latihan Anda – lebih baik pergi ke suatu tempat terpencil.
Sunggguh, orang yang menderita ketika hidup sendirian adalah dungu. Orang yang menderita ketika hidup dengan orang lain adalah dungu. Itu seperti kotoran ayam: jika Anda membawanya ketika Anda sendirian, kotoran itu bau. Jika Anda membawanya ketika Anda di antara orang lain, kotoran itu juga bau. Anda membawa benda busuk bersama Anda.
Jika kita pintar, maka kita bisa hidup bersama banyak orang dan merasa bahwa itu bukanlah lingkungan yang damai, dan itu benar sampai batas tertentu; hidup bersama banyak orang bisa menjadi sebab untuk memperoleh kebijaksanaan. Saya mengembangkan sebagian kebijaksanaan dari memiliki banyak murid. Perumah-tangga datang dalam jumlah banyak, banyak bhikkhu datang ingin menjadi murid, dan tiap orang punya pandangan dan sifat masing-masing. Saya mengalami banyak hal yang berbeda, dan saya harus mampu menanagani situasi. Kapasitas kesabaran dan ketahanan saya menjadi kuat. Sampai ke batas saya bisa menanggungnya, dan saya masih mampu tetap berlatih. Pada saat itu semua pengalaman saya menjadi bermakna. Namun jika kita tidak mengerti dengan benar, tidak ada pemecahan. Hidup sendirian akan baik – sampai kita muak dengannya. Kemudian kita akan pikir lebih baik hidup dalam kelompok. Mendapat makanan sederhana tampaknya baik, dan kemudian mungkin mendapat banyak makanan tampaknya adalah jalan yang benar. Akan terus seperti ini kalau kita tidak bisa memahami batin kita sekali untuk selamanya.
Melihat bahwa segalanya tak dapat diandalkan, kita akan menyikapi semua situasi kekurangan atau kelimpahan sebagai tidak pasti dan tidak akan memiliki kelekatan terhadap mereka. Kita menaruh perhatian terhadap momen kini, di mana pun tubuh ini kebetulan berada. Lalu, berdiam akan jadi oke. Berpergian akan jadi oke. Semuanya akan jadi oke, karena kita fokus pada praktik mengenali segala sesuatu sebagaimana adanya.
Orang-orang bilang, “Ajahn Chah hanya bicara mengenai “tidak pasti”.” Mereka muak mendengar ini, dan merkea kabur dari saya. “Kami pergi mendengarkan Ajahn Chah mengajar, tapi semua yang ia katakan hanya mengenai “tidak pasti”.” Mereka tak tahan lagi mendengar hal kuno yang sama melulu, maka mereka pergi. Saya kira mereka akan pergi mencari suatu tempat di mana segalanya akan pasti. Namun mereka kembali.


Sumber : Ini Pun Akan Berlalu - Ajahn Chah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar