Minggu, 27 Januari 2013

Tata Krama dan Tata Tertib Vihara - Pakaian

Tata krama dan tata tertib ini diadakan untuk memelihara dan menciptakan kondisi yang menunjang Vihara sebagai tempat kebaktian, tempat belajar Dharma, dan tempat praktik Dharma.

1. Hendaknya memasuki Vihara dengan mengenakan pakaian yang rapi, bersih dan sopan. Tidak menggunakan busana ketat, rok mini, celana pendek, dan baju tanpa lengan.

2. Tanggalkan alas kaki (sepatu atau sandal) dan bukalah topi atau tutup kepala lainnya sebelum memasuki Vihara.


Sumber : Tata Krama dan Tata Tertib Vihara
Penerbit : Ekayana Buddhist Centre

Selasa, 22 Januari 2013

Kisah Dhammapala

Dahulu kala Raja Mahapatapa berkuasa di Benares. Pada waktu itu, Bodhisattva masuk ke kandungan Ratu Canda Devi. Setelah lahir, ia diberi nama Pangeran Dhammapala. Pada suatu hari ketika Pangeran Dhammapala berusia tujuh bulan, ratu sedang memandikan ia dan dengan lembut dan memakaikan pakaian. Kemudian, dengan penuh kasih ratu memeluk dan menggendong anaknya itu. Ketika ratu sedang memeluk bayinya dengan penuh kasih sayang, Raja Mahapatapa kebetulan memasuki kamar. Ratu yang sangat mencintai bayinya ini tidak segera bangkit menyambut raja untuk menyapa dan menghormatinya, walaupun ia melihat sang raja. Raja Mahapatapa berpikir, "Sekarang saja ratu sudah sangat bangga terhadap putranya. Akan seperti apa nanti setelah putranya dewasa? Dia tidak akan memperhatikan aku lagi. Anak ini sebaiknya dilenyapkan saja!" Segera raja berbalik dengan marah dan kembali ke singgasananya. Kemudian raja memanggil penjagalnya. "Pergilah ke kamar ratu dan bawa kemari pangeran kecil Dhammapala."

Ratu menyadari bahwa raja marah kepadanya. Air matanya jatuh bercucuran. Dengan tersedu-sedu bayi kecil itu ditaruhnya di pangkuannya. Namun air matanya tidak meluluhkan hati penjagal itu. Perintah raja tetap harus dijalankan. Dia merenggut Dhammapala dari pangkuan sang ratu dan membawanya ke hadapan raja. Dengan cemas Ratu Canda Devi berlari mengikuti penjagal itu ke ruang singgasana. Penjagal itu meletakkan Dhammapala di papan penjagalan di hadapan raja. Raja segera meneriakkan perintah untuk memotong kedua tangan bayi Dhammapala. Dengan menjatuhkan diri ke atas lututnya, Ratu Canda Devi memohon kepada raja untuk memotong tangannya saja. "Pangeran Dhammapala tidaklah bersalah. Sepenuhnya sayalah yang bersalah." Namun walaupun ia telah memohon dan menangis tersengal-sengal kehabisan nafas, sekali lagi raja memerintahkan agar tangan Pangeran Dhammapala dipotong. Penjagal tersebut memotong tangan Dhammapala yang baru berusia tujuh bulan dengan kapaknya. Karena kapak tersebut sangat tajam, kedua tangan kecil itu terjatuh ke lantai bagaikan tunas bambu muda. Namun bayi kecil Bodhisattva tersebut tidak menjadi marah atau menangis. Melainkan dengan hati yang penuh Khanti dan Metta, ia dengan sabar menahan rasa sakit itu.

Sang ibu dengan cepat berlutut. Dengan hati-hati tangan-tangan kecil itu diambilnya kembali untuk ditaruh di pangkuannya. Sementara itu, ratu menangis dan melolong dengan pilu. Selanjutnya raja memerintahkan agar kedua kaki bayi Pangeran Dhammapala dipotong. Sekali lagi Ratu Canda Devi memohon dengan sia-sia. "Anak itu tidak bersalah." Tetap saja kapak dijatuhkan, dan kedua kaki kecil Pangeran Dhammapala putus. Tidak puas melihat kedua kaki yang dipotong itu, raja memerintahkan agar kepala Pangeran Dhammapala dipenggal. Dalam keputus-asaan, sang ibu sekali lagi memohon kepada raja, tetapi raja mengabaikan semua permohonannya. Diancam dengan hukuman berat, maka penjagal tersebut dengan terpaksa melaksanakan perintah sang raja dan memenggal kepala Pangeran Dhammapala. Sekali pun kepala itu sudah dipenggal dan Pangeran Dhammapala sudah meninggal, kemarahan raja masih belum lenyap. Dia memerintahkan penjagal tersebut untuk melemparkan tubuh Pangeran Dhammapala kecil itu ke udara dan memutar-mutar tubuh kecil tersebut dengan tepian belati seolah-olah karangan bunga. 

Ketika menyaksikan peristiwa yang kejam ini, Raju Canda Devi memukul-mukul dadanya dan meraung-raung, dan akhirnya jatuh mati di tempat itu juga. Segera setelah ratu meninggal, Raja Mahapatapa jatuh dari singgasananya karena bumi terbuka dan menelannya masuk ke dalam neraka Avaci.

Selama tindakan-tindakan rendah yang penuh kedengkian ini, si kecil Dhammapala tidak menjadi marah. Bahkan pada saat kematiannya pun, ia meninggal dengan sabar tanpa kebencian di pikirannya.

Sumber : Serba-Serbi Metta (Kebaikan Penuh Kasih)
Karya : Sayadaw U Indaka

Dapat kita sadari bahwa pada saat kemarahan melanda kita, kita tidak akan dapat berpikir dengan jernih dan baik. Ada baiknya saat kita sedang dilanda kemarahan dan yang bekerja pada diri kita hanyalah emosi tanpa terkendali pikiran kita, lebih baik kita tak mengatakan apapun karena terkadang saat sedang marah apa yang kita katakan dapat amat sangat kita sesali dikemudian hari.

Salam Tahun Baru

Salam hangat para pembaca sekalian, 

Sudah lama saya tidak mengepost artikel di blog ini. Dan tidak terasa kini sudah memasuki tahun yang baru, bahkan sudah terlewati hampir satu bulan lamanya. Di awal tahun ini sebelum saya mengepost artikel-artikel yang menurut saya menarik dan bermanfaat. Saya ingin mengucapakan:

"Selamat Tahun Baru 2013"

Semoga para pembaca sekalian dan seluruh keluarga diberkahi kesehatan, keselamatan dan kesuksesan. Semoga di tahun yang baru ini kita semua bisa bersama-sama menjadi pribadi yang lebih baik.





Salam Dharma,


Vimala Sari


Kamis, 27 Desember 2012

Kasih yang Sebenarnya



Sejak kuliah, radio merupakan salah satu teman yang selalu menemani saya ketika sedang mengerjakan tugas, belajar, maupun santai. Tidak pernah bosan rasanya mendengarkan acara-acara yang disajikan oleh berbagai macam stasiun radio. Pada suatu malam, di sebuah stasiun radio, sedang berlangsug acara dimana orang-orang berbagi pengalaman hidup mereka. Perhatian saya yang semula tercurah pada tugas statistic beralih ketika seorang wanita bercerita tentang ayahnya.

Wanita ini adalah anak tunggal dari sebuah keluarga sederhana yang tinggal di pinggiran Kota Jakarta. Sejak kecil ia sering dimarahi oleh ayahnya. Dimata sang ayah, tak satu pun yang dikerjakannya benar. Setiap hari, ia berusaha keras untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan ayahnya. Sayangnya, tetap saja ketidakpuasan sang ayah yang ia dapatkan.

Ketika ia merayakan ulang tahunnya yang ke-17, tidak sepatah pun ucapan selamat yang keluar dari mulut ayahnya. Hal ini membuat ia semakin marah pada ayahnya. Sosok ayah yang melekat pada dirinya adalah sosok yang pemarah dan tidak memperhatikan dirinya. Akhirnya, ia memberontak dan tak pernah satu  hari pun ia lewati tanpa bertengkar dengan ayahnya. Beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke-17, ayahnya meninggal dunia akibat penyakit kanker yang dideritanya. Penyakit ini tidak pernah ia ceritakan kepada siapa pun,  kecuali pada istrinya. Walaupun merasa sedih dan kehilangan, di dalam diri sang anak tersebut tetap tersimpan kemarahan terhadap ayahnya.

Pada suatu hari, ketika sedang membantu ibunya membereskan barang-barang peninggalan almarhum ayahnya, ia menemukan sebuah bingkisan yang dibungkus dengan rapi dan di atasnya tertulis, “Untuk Anaktu Tersayang.” Dengan hati-hati, diambilnya bingkisan tersebut dan membukanya. Didalamnya terdapat sebuah jam tangan dan sebuah buku yang telah lama ia inginkan. Disamping kedua benda itu, terdapat sebuah kartu ucapan berwarna merah muda, warna kesukaannya. Perlahan-lahan ia membuka kartu tersebut dan mulai membaca tulisan yang ada di dalamnya, yang ia kenali betul sebagai tulisan tangan ayahnya. Yang berisi, seperti berikut ini:

Ya Tuhan,
Terima kasih karena Engkau telah mempercayai diriku yang rendah ini untuk memperoleh karunia terbesar dalam hidupku.
Kumohon ya Tuhan,
Jadikan anakku orang yang berarti bagi sesame dan bagi-Mu.
Janganlah Engkau hanya memberikan jalan yang lurus dan luas membentang, tetapi berikan pula ia jalan yang penuh liku dan duri agar ia dapat meresapi kehidupan dengan seutuhnya.
Sekali lagi kumohon ya Tuhan,
Sertailah anakku dalam setiap langkah yang ia tempuh dan jadikan ia sesuai dengan kehendak-Mu.
Selamat ulang tahun anakku,
Doa ayah selalu menyertaimu.

Meledaklah tangisannya usai membaca tulisan yang terdapat dalam kartu tersebut. Ibunya menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. Dalam pelukan ibunya, ia menceritakan semua tetang bingkisan dan tulisan yang terdapat dalam kartu ulang tahunnya. Akhirnya, ibu itu pun menceritakan bahwa ayahnya memang sengaja merahasiakan penyakitnya dan mendidik anaknya dengan keras agar sang anak menjadi wanita yang kuat, dan tidak terlalu merasa kehilangan sosok seorang ayak ketika ajal menjemputnya akibat penyakit kanker itu.

Sesungguhnya apa yang tampak dari luar belum tentu sama seperti apa yang ada didalamnya, seperti seorang ayah yang keras tidak serta merta hatinya pun sama kerasnya dengan sikap yang ia tunjukan. Bahkan sesungguhnya apa yang tidak terlihat itulah yang sejati dan nyata. Seperti kasih yang tak terlihat wujudnya tapi kasih itu nyata dan abadi.

Biar bagaimanapun kerasnya orang tua kita, yakinilah bahwa tak ada satu orang tua pun yang menginginkan anaknya celaka. Mereka pasti berbuat hal itu untuk kebaikan kita, hanya terkadang ada beberapa situasi yang bertentangan antara pemikiran orang  tua kita dan pemikiran kita, karena tidak semua hal yang menurut orang tua kita baik juga kita anggap baik. Karena setiap manusia terbentuk melalui perjalanan hidup yang berbeda-beda yang mengakibatkan pembentukan cara berpikir yang juga berbeda.

Sumber : Semangkuk Mie Kuah (Y. Rumanto)
Penerbit : OBOR
Sunting by: Vimala Sari 

Penggosip


Seorang wanita menyebarkan sebuah berita yang memalukan mengenai tetangganya. Dalam beberapa hari, seluruh desa mengetahui berita yang memalukan itu. Dan, orang yang menjadi korbannya merasa sakit hati dan terpukul.

Kemudian, wanita yang menyebarluaskan berita buruk tersebut mengetahui bahwa berita itu sebenarnya salah. Dia menyesal dan mendatangi orang tua yang bijak untuk meminta nasihat mengenai apa yang dapat ia lakukan untuk memperbaiki kesalahannya itu.

"Pergilah ke pasar," kata orang tua bijak itu, "dan belilah alat pembersih yang terbuat dari bulu-bulu ayam (kemoceng). Kemudian, dalam perjalanan pulang, cabuti bulu-bulunya dan buang satu per satu di sepanjang jalan. Setelah itu kembalilah kemari."

Meskipun terkejut mendengar saran tersebut, ia melakukan apa yang disarankan oleh orang bijak tersebut. Namun, ia masih belum bisa memperbaiki kesalahannya karena telah menyebarluaskan berita bohong itu kepada seluruh penduduk desa. Setelah selesai, ia kembali menemui orang bijak tersebut. Orang bijak tersebut berkata, "Sekarang pergilah dan kumpulkan semua bulu yang telah kau buang tersebut dan bawa kembali kepadaku."

Wanita itu pun menyusuri jalan yang telah dilaluinya kemarin dan berusaha mengumpulkan bulu-bulu ayam yang telah dicabutinya. Sayangnya, angin telah menerbangkan bulu-bulu tersebut ke segala penjuru sehingga mustahil untuk ia bisa mengumpulkan semuanya kembali dan ia hanya bisa mengumpulkan beberapa helai bulu. Lalu, ia kembali menemui orang bijak itu.

"Lihatlah!" kata orang bijak itu, "sangatlah mudah mencabuti bulu ayam dan melemparkannya ke mana Anda suka. Namun, sangat sulit untuk mengumpulkannya kembali. Begitu pula dengan gosip dan berita bohong. Tidak sulit untuk menyebarkan rumor, tetapi sekali terlempar, Anda tidak akan pernah secara penuh memperbaiki kesalahan Anda."

Perlu kita sadari bahwa begitu mudah untuk mengucapkan sesuatu, terkadang sangking mudahnya kita tidak berpikir apa yang akan terjadi karena perkataan kita, tapi setelah perkataan itu kita lontarkan, perkataan itu tak dapat lagi kita tarik.

Sumber : Semangkuk Mie Kuah  (Y. Rumanto)
Penerbit : OBOR
Sunting by : Vimala Sari

Jumat, 21 Desember 2012

Tersenyumlah Pada Kehidupanmu :)

 
Kehidupan kita mungkin terkadang terasa begitu berat dan sulit untuk kita jalani, namun kehidupan itu adalah bahagia. 

Belakangan ini saya baru saja menyadari, bahwa kehidupan ini dapat terasa bahagia atau tidak adalah tergantung dari diri kita sendiri. Mengapa saya dapat mengatakan demikian? Tentu saja saya mengatakan hal tersebut karena dilandasi oleh beberapa alasan, salah satu faktor yang mempengaruhi saya adalah latar belakang agama saya yaitu, agama Buddha, karena dalam agama Buddha kita diajarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita merupakan tanggung jawab kita sendiri, kita tidak dapat menyalahkan orang lain atas kesulitan yang kita hadapi. 

Justru dengan semakin kita menyalahkan orang lain atas kesedihan atau kesusahan yang kita alami kita akan semakin larut dalam kesedihan kita sendiri, karena dalam mind set kita, kita berpikir "aku tidak bisa bahagia karena dia", "aku susah karena dia", kita tidak akan merasa bahagia saat kita berada didekatnya, padahal mungkin saja dia saudara, orang tua, anak, atau pasangan hidup kita yang harus kita temui setiap hari. Lalu bagaimana kita bisa menjadi bahagia apabila kita meletakan kebahagiaan kita pada orang lain. 

Karena pada kenyataannya kita hidup tidak dapat mengatur orang lain kita tidak dapat mengendalikan atau merubah orang lain apabila orang tersebut tidak mau berubah. Tapi kita memiliki kendali penuh atas diri kita sendiri, kita dapat merubah diri kita sendiri, walau sulit tapi itu bukan hal yang mustahil, kita hanya perlu waktu sedikit lebih lama untuk dapat merubah suatu kebiasaan yang kita miliki. Dan bersabar serta meyakini bahwa semua kerja keras dan penantian kita akan menghasilkan buah yang manis nantinya. 

Misalnya jika kita ilustrasikan, saat kita baru pulang bekerja dan ingin mengistirahatkan tubuh kita yang telah lelah bekerja sedari pagi datanglah saudara kita atau orang tua kita yang memarahi kita karena kesalahan kita misalnya masuk masih dengan sepatu yang kotor ke dalam rumah dan membuat rumah menjadi kotor. Kita tidak dapat mengendalikan orang tersebut untuk tidak marah karena kita tidak memiliki kekuatan untuk meredakan kemarahannya seketika. Tapi kita dapat memilih respon seperti apa yang akan kita berikan terhadap kemarahan yang ia nyatakan tersebut. Kita dapat memilih untuk ikut terpancing dan menjadi marah atau dengan tenang meminta maaf dan menyatakan bahwa kita akan membersihkannya segera. 

Kedua respon itu dapat kita kendalikan karena berasal dari diri kita sendiri, dan kedua respon tersebut akan memberikan hasil yang amat sangat jauh berbeda. Mungkin jika kita memilih untuk ikut terpancing kemarahannya, kita akan ribut panjang dan membuat kita semakin lelah, sedangkan kalau kita memilih respon kedua kita pasti akan dapat menghindari keributan besar.

Tapi saya mengerti betul bahwa mengendalikan kemarahan kita tidaklah mudah, apalagi saat kita sedang lelah atau juga sedang marah. Tapi kembali lagi, hal itu memang sulit tapi bukan mustahil kita hanya perlu waktu dan kesabaran untuk menghasilkan hasil yang lebih baik nantinya.

So, sebenarnya kebahagiaan itu terletak dalam genggaman kita sendiri, banyak diantara kita yang sering kali berpikir bahwa aku akan bahagia dan senang sekali bila bisa memiliki suatu barang tertentu atau memiliki seseorang. Bahkan tidak saya pungkiri, saya sendiri pun sering kali merasakan hal tersebut. Tapi pada hekekatnya manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas, saat kita sudah memiliki hal tersebut kita pasti akan menginginkan hal yang lain lagi, jadi kapan kita akan merasa bahagia? Dan kesalahan lainnya adalah karena kita meletakkan kebahagian kita pada hal yang belum kita miliki, tentu saja kita tidak merasa bahagia karena kita tidak memilikinya, mengapa tidak kita letakan kebahagiaan kita terhadap hal yang sudah kita miliki (rasa bersyukur) karena hal ini akan merubah pandangan kita terhadap hidup ini. Karana saat kita mau membuka mata hati kita, kita dapat menemukan banyak hal yang sepatutnya kita syukuri keberadaanya.

Jadi kesimpulannya, hidup itu indah dan bahagia hanya terkadang kita melihatnya dari sudut pandang yang salah dan membuat kehidupan terasa begitu menyedihkan. Maka "Tersenyumlah Pada Kehidupanmu" :)

Sekian post saya kali ini, semua tulisan diatas adalah hasil pemikiran saya sendiri, dan saya pun masih belajar untuk menjadi lebih baik dan memandang hidup ini menjadi lebih indah dari sebelumnya, maka marilah sama-sama kita belajar. Dan saya juga membuka diri untuk menerima masukan dan juga kritik yang membangun karena mungkin saja apa yang saya pikirkan adalah salah. Dan saya tidak menginginkan pandangan saya yang salah dapat membuat orang lain ikut memiliki pandangan yang salah mengenai kehidupan ini.

Terima kasih ^^





Rabu, 28 November 2012

Katakan Bila Kau Cinta !

Kisah ini terjadi di Beijing Cina, seorang gadis bernama Yo Yi Mei memiliki cinta terpendam terhadap teman karibnya di masa sekolah. Namun ia tidak pernah mengungkapkannya, ia hanya selalu menyimpan di dalam hati & berharap temannya bisa mengetahuinya sendiri.Tapi sayang temannya tak pernah mengetahuinya, hanya menganggapnya sebagai sahabat, tidak lebih.

Suatu hari Yo Yi Mei mendengar bahwa sahabatnya akan segera menikah hatinya sesak, tapi ia tersenyum aku harap kau bahagia. Sepanjang hari Yo Yi Mei bersedih, ia menjadi tidak ada semangat hidup, tapi dia selalu mendoakan kebahagiaan sahabatnya

12 Juli 1994 sahabatnya memberikan contoh undangan pernikahannya yang akan segera dicetak kepada Yi Mei, ia berharap Yi Mei akan datang, sahabatnya melihat Yi Mei yang menjadi sangat kurus dan tidak ceria. Dan bertanya,"apa yg terjadi dengan mu, kau ada masalah ?"

Yi Mei tersenyum manis sambil berkata "mungkin kau salah lihat, aku tak punya masalah apa-apa dan wah contoh undanganya bagus yah, tapi aku lebih setuju jika kau pilih warna merah muda, lebih lembut." Begitu cara ia mengomentari rencana undangan sahabatnya.

Sahabatnya tersenyum sambil berkata "Oh ya, hmmm aku akan menggantinya, terima kasih atas sarannya Mei, aku harus pergi menemui calon istriku, hari ini kami ada rencana melihat-lihat perabotan rumah, daaah"

Yi Mei tersenyum, melambaikan tangan, Ia pulang dengan hati yang sakit.

18 Juli 1994 Yi Mei terbaring di rumah sakit, ia mengalami koma, Yi Mei mengidap kanker darah stadium akhir. Kecil harapan Yi Mei untuk hidup, semua organnya yang berfungsi hanya pendengaran, dan otaknya, yang lain bisa dikatakan mati dan semuanya menggunakan alat bantu, hanya mukjizat yang bisa menyembuhkannya. Sahabatnya setiap hari menjenguknya, menunggunya, bahkan ia menunda pernikahannya. Baginya Yi Mei adalah tamu penting dalam pernikahannya. Keluaga Yi Mei sendiri setuju memberikan suntik mati untuk Yi Mei karena tak tahan melihat penderitaan Yi Mei.


10 Desember 1994 Semua keluarga setuju besok 11 Desember1994 Yi Mei akan disuntik mati dan semua sudah ikhlas, hanya sahabat Yi Mei yang mohon diberi kesempatan berbicara yang terakhir, sahabatnya menatap Yi Mei yang dulu selalu bersama sambil mendekat berbisik di telinga Yi Mei, "Mei apa kau ingat waktu kita mencari belalang, menangkap kupu-kupu? Kau tahu, aku tak pernah lupa hal itu, dan apa kau ingat waktu di sekolah waktu kita dihukum bersama karena kita datang terlambat, kita langganan kena hukum ya? Apa kau ingat juga waktu aku mengejekmu, kau terjatuh di lumpur saat kau ikut lomba lari, kau marah dan mendorongku hingga akupun kotor? Apakah kau ingat aku selalu mengerjakan PR di rumahmu? Aku tak pernah melupakan hal itu Mei, aku ingin kau sembuh, aku ingin kau bisa tersenyum seperti dulu, aku sangat suka lesung pipitmu yang manis, kau tega meninggalkan sahabatmu ini?"

(Tanpa sadar sahabat Yi Mei menangis, air matanya menetes membasahi wajah Yi Mei)

"Mei, kau tahu, kau sangat berarti untukku, aku tak setuju kau disuntik mati ,rasanya aku ingin membawamu kabur dari rumah sakit ini, aku ingin kau hidup, kau tahu kenapa? Karena aku sangat mencintaimu, aku takut mengungkapkan padamu, takut kau menolakku meskipun aku tahu kau tidak mencintaiku, aku tetap ingin kau hidup, aku ingin kau hidup, Mei tolonglah, dengarkan aku Mei, bangunlah!"

(Sahabatnya menangis, ia menggengam kuat tangan Yi Mei)

"Aku selalu berdoa Mei, aku harap Tuhan berikan keajaiban buatku, agar kau dapat sembuh, sembuh total, aku percaya, bahkan kau tahu? Aku puasa agar doaku semakin didengar Tuhan Mei, aku tak kuat besok melihat pemakamanmu, kau jahat! Kau sudah tak mencintaiku, sekarang kau mau pergi, aku sangat mencintaimu aku menikah hanya karena ingin membuat dirimu tidak lagi dibayang-bayangi diriku sehingga kau bisa mencari pria yang selalu kau impikan, hanya itu Mei. Seandainya saja kau bilang kau mencintaiku, aku akan membatalkan pernikahanku, aku tak peduli tapi itu tak mungkin, kau bahkan mau pergi dariku sebagai sahabat"

(Sahabat Yi mei mengecup pelan dahi Yi Mei)

Sambil berbisik, "Aku sayang kamu, aku mencintaimu"

(suaranya terdengar parau karena tangisan.)

Dan kalian tahu apa yang terjadi ? Its amazing! CINTA bisa menyembuhkan segalanya.



7 jam setelah itu dokter menemukan tanda tanda kehidupan dalam diri Yi Mei, jari tangan Yi Mei bisa bergerak, jantungnya, paru-parunya, organ tubuhnya bekerja, sungguh sebuah keajaiban! Pihak medis menghubungi keluarga Yi Mei dan memberitahukan keajaiban yang terjadi. Dan sebuah mukjizat lagi masa koma lewat .

Pada tanggal 14 Des 1994 Saat Yi Mei bisa membuka matanya dan berbicara, sahabatnya ada di sana, ia memeluk Yi Mei menangis bahagia, dokter sangat kagum akan keajaiban yang terjadi.

"Aku senang kau bisa bangun, kau sahabat terbaik ku"

(sahabatnya memeluk erat Yi Mei)

Yi Mei tersenyum dan berkata,"Kau yang memintaku bangun, kau bilang kau mencintaiku,tahukah kau aku selalu mendengar kata-kata itu, aku berpikir aku harus berjuang untuk hidup Lei, aku mohon jangan tinggalkan aku ya, aku sangat mencintaimu"

Lalu Lei memeluk Yi Mei dan berkata, "Aku juga sangat mencintaimu"


17 Februari 1995 Yi Mei & Lei menikah, hidup bahagia dan sampai dengan saat ini pasangan ini memiliki 1 orang anak laki-laki yang telah berusia 14 tahun. Kisah ini sempat menggemparkan Beijing.

Sumber : Sumber
(dengan sedikit perubahan)