Kamis, 13 Februari 2020

Aku Kuat Karena Metta

Aku ingin dapat mengingat apa yang hari ini aku ingat.
Aku ingin dapat mengingat bagaimana rasa syukurku mengenal Dharma.

Aku kuat karena cinta.
Bukan sekedar cinta antara pasangan yang tidak berdasar.
Cinta kasih terhadap semua makhluk yang jauh lebih kuat membuat aku bangga pada diriku sendiri.

Aku ingin menanam jodoh yang baik bukan hanya sekedar jodoh terhadap pasangan yang tak berdasar.
Jodohku pada Buddha, Dharma dan Sangha yang aku harap mampu terus aku pertahankan.
Kapanpun dalam waktu kehidupanku nantinya aku harap aku akan tetap mengenal Dharma.

Dalam janji yang entah kapan baru mampu aku wujudkan.
Janji dalam jodoh dan ajaran.
Aku yakin akan tujuan yang aku pikirkan.
Meski kini belum mampu aku wujudkan.
Tapi aku tahu Dharma adalah jalan kebenaran.

Kebahagiaan dan syukur yang tiada tara adalah jodoh mengenal Buddha.
Aku kuat bukan karena kekuatanku.
Aku kuat karena segala unsur yang menjadi satu.

Aku kuat dengan rasa bangga.
Syukur dan harap adalah jodoh untuk kembali bertemu.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi bila bukan karena Buddha, Dharma dan Sangha.
Terimakasih keluarga.
Terimakasih laoma.
Terimakasih mama.
Terimakasih jodoh mengenal Dharma.
Terimakasih karena terlahir dalam keluarga Buddha.

Terimakasih Buddha.

Kuatku dan sadarku kini bukan aku.
Bagaimana aku mampu berjalan saat aku bahkan tak mampu melihat.
Bagaimana aku mampu meraba saat aku bahkan tak mampu merasa.

Terimakasih karena ajaran yang benar.

Marahku mereda meski bukan tiada.
Sadarku muncul meski bukan pencerahan sempurna.
Tapi aku mungkin bahkan tak dapat bersyukur bila bukan karena Dharma.

Aku harap jodoh ini tidak berhenti.
Akan aku teruskan hingga akhir dari kehidupan ini mampu aku capai.
Jatuh dan bangun selama dalam ajaran kebenaran Buddha tidak mungkin akan salah.

Aku tak akan menjadi kuat, aku tidak akan menjadi tahu. Saat aku bahkan tidak sadar.

Menjadi pribadi yang baik jauh lebih membanggakan, mampu mengingat jasa dan pahala.
Menjadi manusia yang tidak menyakiti manusia lainnya jauh lebih tenang daripada memiliki segala harta yang tak habis digunakan.

Aku mungkin belum mencapai puncak dunia, aku bahkan belum tenang tentang hidup ini.
Aku mungkin belum bahagia. Aku mungkin belum berguna. Tapi dari apa yang telah berlalu semua menjadi lebih baik terlihat. Tidak ada makian yang menyakitkan, tidak ada hujatan kebodohan. Saling menyayangi dan peduli karena kita yang mampu merubah diri bukan memaksa orang lain berubah pada kita.

Ajaran Buddha tidaklah salah. Kita tidak akan mampu merubah yang ada diluar diri kita, kita tidak dapat memaksakan kehendak kita dan hanya akan saling menyakiti, namun kita memiliki diri kita sendiri, kita mampu merubah diri kita sendiri. Lalu tanpa kita sadari sekeliling kita berubah tanpa paksaan.

Saat ketulussan merubah hatiku yang keras.
Bila bukan karena Buddha mungkin bukan aku yang sekarang.
Semua penuh amarah, caci dan cerca. Kata sederhana yang tidak dapat disampaikan dengan mudah. Semua berteriak meski dalam jarak yang dekat. Hati keras tak ingin saling mengalah. Bagaimana ku tahu apa yang kamu rasakan. Bahkan semua tak mampu terlihat mata. Tapi hati yang penuh kasih mampu berkata lembut meski dalam api. Kebaikan tidak akan ditolak, meski kebaikan dapat disalahkan. Tak tahu apakah aku kuat menahan dan peduli meski kita satu darah, tapi Buddha tunjukkan jalan.

Tapi aku masih tak mampu sadar akan kebaikan disetiap detak. Karena dunia tidak semudah itu, menjaga diri sendiri dan apa yang berharga tidak dapat hidup dengan kepolosan. Menjadi baik bukan menjadi bodoh, menjaga diri bukan menjadi jahat. Egois masih bukan hal yang salah karena dunia penuh sandiwara.

Hidup sesungguhnya sederhana, keinginanku yang banyak.

Tapi ingin dan harapku adalah yang terbaik bagi setiap orang disekitarku.
Meski hanya menjadi api kecil dari lilin yang redup selama mampu bersama-sama cahayanya akan terangi sesama.

Aku harap kedua orang tua akan menjadi bahagia dalam Buddha Dharma Sangha, aku percaya.

14.02.20


Tidak ada komentar:

Posting Komentar