Kamis, 14 Februari 2013

Valentine oleh Ajahn Brahm


Di hari Valentine (kasih sayang), menurut pendapat saya bukan hanya kasih sayang pada pasangan / keluarga masing-masing. Tapi seharusnya kita juga memancarkan Cinta Kasih kepada semua makhluk. Cinta Kasih yang Universal adalah yang kekal. Juga di hari istimewa ini kita harus bisa memaafkan orang. 

Memaafkan orang yang pernah menyakiti kita akan membuat kita semakin KUAT. Jika kita dihina maka kita hanya perlu menahaan hinaan mereka selama beberapa waktu, tapi mereka akan menanggung keburukan perbuatannya seumur hidup. 

Kisah berikut adalah kisah nyata dari Afrika Selatan. 

Selama bertahun-tahun, orang kulit putih di sana melakukan banyak kekejian pada kaum kulit hitam. Saat Apartheid berhenti dan Nelson Mandela menjadi Presiden Afrika Selatan, beliau tidak menuntut balas. Sebaliknya ia mendirikan sebuah komisi, yaitu Truth and Reconciliation Commission (Komisi Kebenaran dan Rujuk Damai). Pihak mana pun yang telah melakukan kejahatan bisa mendatangi komisi itu, mengakui semua kesalahan dan keburukan yang pernah dilakukannya, dan ia akan diberi pengampunan. Seburuk apa pun itu. 

Suatu hari, seorang polisi mengakui bagaimana dengan kejinya ia menyiksa mati seorang aktivis kulit hitam, dilakukan di hadapan istri aktivis yang telah meninggal itu. Polisi itu gemetar ketakutan saat mengakuinya dan merasa bersalah sepanjang hidupnya. Setelah selesai, si janda bangkit dan berlari ke arah polisi itu. Polisi itu berpikiran si janda akan membunuhnya sebagai balas dendam. Namun sebaliknya, si janda memeluk si polisi sambil berkata "Aku maafkan kamu". 

Jika si perempuan itu bisa memaafkan pembunuh suaminya, tidakkah kita bisa mengampuni kesalahan lebih kecil yang dilakukan pada kita? Buddha selalu menganjurkan pemaafan. Apa pun yang dilakukan oleh orang kepada kita, tugas kita adalah memaafkan mereka, biarlah karma yang menegakkan keadilan. 

Jika saja orang-orang bisa saling memaafkan, maka dunia akan bebas dari konflik dan peperangan. 

Salam Valentine Universal 

sumber : http://www.artikelbuddhis.com/

Senin, 11 Februari 2013

Tata Krama dan Tata Tertib Vihara - Sikap di dalam Ruangan Kebaktian

Tata krama dan tata tertib ini diadakan untuk memelihara dan menciptakan kondisi yang menunjang Vihara sebagai tempat kebaktian, tempat belajar Dharma, dan tempat praktik Dharma.

1. Buddha rupang dan Bodhisattva rupang serta Kitab Suci / buku kebaktian adalah objek-objek yang harus dihormati.

2. Tidak menjulurkan kaki ke altar dan jangan tidur-tiduran di lantai, duduklah dengan sikap meditasi.

3. Tidak melangkahi dan menginjak buku kebaktian. Juga tidak menggunakan buku kebaktian sebagai kipas.

4. Telepon genggam (Hand Phone) harus dinonaktifkan untuk sementara atau di mode heningkan. Demikian pula alat elektronik lainnya yang tidak berhubungan atau menunjang jalannya kebaktian harap dinonaktifkan.

5. Isilah terlebih dahulu tempat duduk di bagian depan jika masih ada yang kosong.

6. Tidak mengobrol atau melakukan tindakan yang dapat mengganggu konsentrasi umat lain pada saat kebaktian berlangsung.

7. Jika datang terlambat, masuk dan memberi hormat kepada Buddha rupang serta duduk dengan perlahan-lahan. Hindari untuk menggeser / menyeret alas duduk. Demikian pula jika akan keluar ruangan kebaktian untuk alasan yang sangat penting pada saat kebaktian masih berlangsung, gerakan agar dilakukan perlahan-lahan agar tidak mengganggu umat lain.

8. Sejauh dapat, pisahkan tempat duduk berdasarkan jenis kelamin pada saat kebaktian.

9. Dilarang makan di dalam ruangan kebaktian.

10. Apabila melihat lampu pelita di altar tidak menyala, hendaknya dapat menyalakannya.

Sumber : Tata Krama dan Tata Tertib di Vihara
Penerbit : Ekayana Buddhist Centre
Sunting by : Vimala Sari

Tata Krama dan Tata Tertib Vihara - Perbuatan

Tata krama dan tata tertib ini diadakan untuk memelihara dan menciptakan kondisi yang menunjang Vihara sebagai tempat kebaktian, tempat belajar Dharma, dan tempat praktik Dharma.

1. Setiba di Vihara yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah memasuki ruangan kebaktian dan bersujud (Namaskara) di muka altar Para Buddha.

2. Jika akan mengikuti kebaktian, lakukan dengan hening lalu menuju tempat duduk. Tunggulah dengan sabar dimulainya kebaktian, gunakan waktu menunggu untuk bermeditasi. Jika tidak dapat duduk dengan tenang, tinggalkan ruangan kebaktian dengan hening, menunggu dimulainya saat kebaktian di halaman Vihara atau di belakang altar.

3. Tidak membunuh, mencuri, berbuat yang tidak sopan / melanggar tata susila, dan minum minuman keras / obat terlarang di dalam Vihara.

4. Tidak merokok di dalam Vihara.

5. Tidak membawa senjata tajam, hasil pembunuhan, minuman keras, obat terlarang, serta barang-barang yang dilarang di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Tidak berjualan di Vihara, kecuali sudah mendapat izin dari Kepala Vihara tersebut.

7. Pengumpulan dana untuk keperluan Vihara lain / organisasi lain harus seizin Kepala Vihara.

8. Tidak mengambil dan memindahkan barang-barang yang ada di Vihara.

9. Buanglah sampah pada tempat sampah yang telah disediakan.

10. Dilarang merusak sarana dan prasarana milik Vihara.

11. Dilarang memukul, melukai, dan membunuh hewan yang berada di dalam komplek Vihara.

Sumber : Tata Krama dan Tata Tertib Vihara
Penerbit : Ekayana Buddhist Centre
Sunting by : Vimala Sari

Tata Krama dan Tata Tertib Vihara - Pikiran

Tata krama dan tata tertib ini diadakan untuk memelihara dan menciptakan kondisi yang menunjang Vihara sebagai tempat kebaktian, tempat belajar Dharma, dan tempat praktik Dharma.

1. Memasuki halaman Vihara dengan pikiran yang penuh cinta kasih.

2. Berusahalah menjaga kesadaran, agar selama berada di dalam Vihara pikiran Anda benar-benar dalam keadaan suci dan sadar. 


Sumber : Tata Krama dan Tata Tertib Vihara
Penerbit : Ekayana Buddhist Centre

Sabtu, 09 Februari 2013

Selamat Tahun Baru Imlek (Chinese New Year) 2564/2013


Selamat Tahun Baru Imlek 2564,




新年快乐


xīn nián kuài lè

Selamat Tahun Baru



万事如意


wàn shì rú yì

Semoga semua keinginan Anda terpenuhi

恭喜发财


gōng xǐ fā cái

Semoga Anda mendapatkan kemakmuran

年年有馀

nián nián yǒu yú 

Mendapatkan kelimpahan tahun demi tahun


让您做人有意义,

ràng nín zuòrén yǒu yìyì



Semoga Anda menjadi orang yang berarti

让您永远不挨饿。



ràng nín yǒngyuǎn bù āi è.



Semoga Anda selamanya tidak akan kelaparan



做起事来有靠山,


zuò qǐ shì lái yǒu kàoshān,



Saat melaksanakan tugas ada yang membantu



家里年年有喜事


jiālǐ nián nián yǒu xǐshì,


Di rumah selalu ada kabar gembira




从此做工不辛苦。

cóngcǐ zuògōng bù xīnkǔ


Mulai skarang tidak lagi kerja berat


让您机会不会溜,


ràng nín jīhuì bù huì liū,


Kesempatan tidak akan lari dari Anda


愿您永远不生气,


yuàn nín yǒngyuǎn bù shēngqì


Semoga Anda tidak akan marah lagi


祝您天天都会发,


zhù nín tiāntiān dūhuì fā



Smoga tiap hari kejayaan Anda bertambah


合家亲情到永久


héjiā qīnqíng dào yǒngjiǔ


Memiliki hubungan keluarga yang rukun dan erat 

selamanya


您的钱多几个零,


de qián duō jǐ gè líng


Uang Anda akan bertambah banyak


锦发全家祝您蛇年一切顺心。



Jǐnfā quán jiā zhù nín long nián yīqiè shùnxīn.


Semoga di tahun ular ini, semua asa dan harapan 

berjalan sesuai keinginanmu.



Minggu, 27 Januari 2013

Tata Krama dan Tata Tertib Vihara - Pakaian

Tata krama dan tata tertib ini diadakan untuk memelihara dan menciptakan kondisi yang menunjang Vihara sebagai tempat kebaktian, tempat belajar Dharma, dan tempat praktik Dharma.

1. Hendaknya memasuki Vihara dengan mengenakan pakaian yang rapi, bersih dan sopan. Tidak menggunakan busana ketat, rok mini, celana pendek, dan baju tanpa lengan.

2. Tanggalkan alas kaki (sepatu atau sandal) dan bukalah topi atau tutup kepala lainnya sebelum memasuki Vihara.


Sumber : Tata Krama dan Tata Tertib Vihara
Penerbit : Ekayana Buddhist Centre

Selasa, 22 Januari 2013

Kisah Dhammapala

Dahulu kala Raja Mahapatapa berkuasa di Benares. Pada waktu itu, Bodhisattva masuk ke kandungan Ratu Canda Devi. Setelah lahir, ia diberi nama Pangeran Dhammapala. Pada suatu hari ketika Pangeran Dhammapala berusia tujuh bulan, ratu sedang memandikan ia dan dengan lembut dan memakaikan pakaian. Kemudian, dengan penuh kasih ratu memeluk dan menggendong anaknya itu. Ketika ratu sedang memeluk bayinya dengan penuh kasih sayang, Raja Mahapatapa kebetulan memasuki kamar. Ratu yang sangat mencintai bayinya ini tidak segera bangkit menyambut raja untuk menyapa dan menghormatinya, walaupun ia melihat sang raja. Raja Mahapatapa berpikir, "Sekarang saja ratu sudah sangat bangga terhadap putranya. Akan seperti apa nanti setelah putranya dewasa? Dia tidak akan memperhatikan aku lagi. Anak ini sebaiknya dilenyapkan saja!" Segera raja berbalik dengan marah dan kembali ke singgasananya. Kemudian raja memanggil penjagalnya. "Pergilah ke kamar ratu dan bawa kemari pangeran kecil Dhammapala."

Ratu menyadari bahwa raja marah kepadanya. Air matanya jatuh bercucuran. Dengan tersedu-sedu bayi kecil itu ditaruhnya di pangkuannya. Namun air matanya tidak meluluhkan hati penjagal itu. Perintah raja tetap harus dijalankan. Dia merenggut Dhammapala dari pangkuan sang ratu dan membawanya ke hadapan raja. Dengan cemas Ratu Canda Devi berlari mengikuti penjagal itu ke ruang singgasana. Penjagal itu meletakkan Dhammapala di papan penjagalan di hadapan raja. Raja segera meneriakkan perintah untuk memotong kedua tangan bayi Dhammapala. Dengan menjatuhkan diri ke atas lututnya, Ratu Canda Devi memohon kepada raja untuk memotong tangannya saja. "Pangeran Dhammapala tidaklah bersalah. Sepenuhnya sayalah yang bersalah." Namun walaupun ia telah memohon dan menangis tersengal-sengal kehabisan nafas, sekali lagi raja memerintahkan agar tangan Pangeran Dhammapala dipotong. Penjagal tersebut memotong tangan Dhammapala yang baru berusia tujuh bulan dengan kapaknya. Karena kapak tersebut sangat tajam, kedua tangan kecil itu terjatuh ke lantai bagaikan tunas bambu muda. Namun bayi kecil Bodhisattva tersebut tidak menjadi marah atau menangis. Melainkan dengan hati yang penuh Khanti dan Metta, ia dengan sabar menahan rasa sakit itu.

Sang ibu dengan cepat berlutut. Dengan hati-hati tangan-tangan kecil itu diambilnya kembali untuk ditaruh di pangkuannya. Sementara itu, ratu menangis dan melolong dengan pilu. Selanjutnya raja memerintahkan agar kedua kaki bayi Pangeran Dhammapala dipotong. Sekali lagi Ratu Canda Devi memohon dengan sia-sia. "Anak itu tidak bersalah." Tetap saja kapak dijatuhkan, dan kedua kaki kecil Pangeran Dhammapala putus. Tidak puas melihat kedua kaki yang dipotong itu, raja memerintahkan agar kepala Pangeran Dhammapala dipenggal. Dalam keputus-asaan, sang ibu sekali lagi memohon kepada raja, tetapi raja mengabaikan semua permohonannya. Diancam dengan hukuman berat, maka penjagal tersebut dengan terpaksa melaksanakan perintah sang raja dan memenggal kepala Pangeran Dhammapala. Sekali pun kepala itu sudah dipenggal dan Pangeran Dhammapala sudah meninggal, kemarahan raja masih belum lenyap. Dia memerintahkan penjagal tersebut untuk melemparkan tubuh Pangeran Dhammapala kecil itu ke udara dan memutar-mutar tubuh kecil tersebut dengan tepian belati seolah-olah karangan bunga. 

Ketika menyaksikan peristiwa yang kejam ini, Raju Canda Devi memukul-mukul dadanya dan meraung-raung, dan akhirnya jatuh mati di tempat itu juga. Segera setelah ratu meninggal, Raja Mahapatapa jatuh dari singgasananya karena bumi terbuka dan menelannya masuk ke dalam neraka Avaci.

Selama tindakan-tindakan rendah yang penuh kedengkian ini, si kecil Dhammapala tidak menjadi marah. Bahkan pada saat kematiannya pun, ia meninggal dengan sabar tanpa kebencian di pikirannya.

Sumber : Serba-Serbi Metta (Kebaikan Penuh Kasih)
Karya : Sayadaw U Indaka

Dapat kita sadari bahwa pada saat kemarahan melanda kita, kita tidak akan dapat berpikir dengan jernih dan baik. Ada baiknya saat kita sedang dilanda kemarahan dan yang bekerja pada diri kita hanyalah emosi tanpa terkendali pikiran kita, lebih baik kita tak mengatakan apapun karena terkadang saat sedang marah apa yang kita katakan dapat amat sangat kita sesali dikemudian hari.