Ketika berfokus pada Dhamma
di sini dan saat kini. Di sinilah kita bisa melepas segala sesuatu dan
memecahkan kesulitan-kesulitan kita. Sekarang juga, pada saat ini, karena momen
kini mengandung sebab maupun hasilnya. Saat kini adalah buah masa lalu. Saat
kini juga sebab bagi masa depan. Kita tengah duduk sekarang ini adalah hasil
dari apa yang telah kita lakukan pada masa lalu, dan apa yang kita lakukan kini
akan menjadi sebab bagi apa yang kita alami pada masa depan. Jadi Buddha
mengajarkan kita untuk membuang masa lalu dan membuang masa depan. Megatakan
“membuang” bukanlah berarti kita membuang apa pun, namun berarti kita tetap di
dalam satu titik saat kini, di mana masa lalu dan masa depan menyatu. Jadi kata
“membuang” ini hanyalah cara bicara; apa yang ingin kita lakukan adalah sadar
akan saat kini, di mana sebab dan hasil ditemukan. Kita melihat saat kini dan
melihat pemunculan dan pelenyapan terus menerus, muncul dan berlalu.
Saya terus mengatakan hal
ini, namun orang-orang tidak benar-benar memasukkannya ke dalam hati: fenomena
muncul pada saat kini, dan mereka tidak stabil atau bisa diandalkan.
Orang-orang tidak terlalu melihat ke dalam hal ini. Apa pun yang muncul, saya
akan mengatakan, “Oh! Ini tidak tetap,” atau, “Ini tidak pasti.” Ini sangat
sederhana. Apa pun yang terjadi adalah tidak tetap dan tidak pasti. Namun
karena tidak melihat dan memahami hal ini, kita menjadi bingung dan tertekan.
Dalam yang tidak tetap, kita melihat ketetapan. Dalam yang tidak pasti, kita
melihat kepastian. Saya menjelaskannya, namun orang-orang tidak memahaminya,
dan mereka terus saja menjalani hidup mereka dalam pengejaran segala sesuatu
tanpa akhir.
Sungguh, jika Anda mencapai
titik damai, Anda akan berada di sini, di tempat yang saya bicarakan, titik ini
pada saat kini. Apa pun yang muncul, bentuk kebahagiaan atau penderitaan apa
pun, Anda akan melihatnya sebagai tidak pasti. Ketidakpastian inilah Buddha itu
sendiri, karena ketidakpastian adalah Dhamma, dan Dhamma adalah Buddha. Tapi kebanyakan
orang mempercayai Buddha dan Dhamma sebagai sesuatu yang berada di luar diri
mereka.
Ketika batin mulai menyadari
bahwa segala hal tanpa kecuali alami bersifat tidak pasti, masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh cengkeraman dan kelekatan mulai berkurang dan pudar. Jika kita
memahami hal ini, batin mulai melepas dan meletakkan segala sesuatu, tidak
mencengkeram segala sesuatu, dan kelekatan bisa tiba di akhirnya. Ketika
kelekatan berakhir, kita pasti mencapai Dhamma; tak ada sesuatu pun yang melampaui
ini.
Ketika kita bermeditasi,
inilah yang ingin kita realisasi. Kita ingin melihat ketidaktetapan,
ketidak-puasan, dan ketiadadirian, dan ini dimulai dengan melihat
ketidakpastian. Ketika kita melihatnya dengan sempurna dan jernih, maka kita
bisa melepas. Ketika kita mengalami kebahagiaan, kita melihat bahwa “ini tidak
pasti”. Ketika kita mengalami duka, kita melihat bahwa “ini tidak pasti”. Kita
mendapat gagasan bahwa akan baik untuk pergi ke suatu tempat, dan kita
menyadari, “itu tidak pasti.” Kita pikir akan baik untuk tetap berada di mana
kita berada, dan kita menyadari, “ini pun tidak pasti.” Kita melihat bahwa
segala hal mutlak tidak pasti, dan kita akan hidup dengan nyaman. Kemudian kita
bisa tinggal di mana kita berada dan merasa nyaman, atau kita bisa pergi ke
tempat lain dan merasa nyaman.
Keraguan akan berakhir
seperti ini. Mereka akan berakhir dengan metode praktik pada saat kini ini.
Tidak perlu resah mengenai masa lalu, karena itu telah berlalu. Apa pun yang
terjadi pada masa lalu telah terjadi dan lenyap pada masa lalu, dan sekarang
sudah selesai. Kita bisa melepas kekhawatiran mengenai masa depan, karena apa
pun yang akan terjadi pada masa depan akan terjadi dan lenyap pada masa depan.
Ketika umat perumah-tangga
datang memberikan persembahan ke sini, mereka melafal, “Pada akhirnya, semoga
kita mencapai Nibbana pada masa depan.” Kapan atau di mana itu, mereka tidak
benar-benar tahu. Nibbana jadinya nun jauh. Mereka tidak mengatakan, “Di sini
saat kini.” Mereka megatakan “Suatu saat pada masa depan.” Selalu suatu tempat,
suatu saat “di sana”. Bukan “di sini”. Hanya “di sana”. Dalam kehidupan
berikutnya, juga akan dibilang “di sana”, dan dalam kehidupan-kehidupan
mendatang juga akan dibilang “di sana”. Jadi mereka tidak akan pernah sampai,
karena Nibbana selalu “di sana”.
Ini seperti orang-orang
yang mengundang seorang bhikkhu tua untuk menerima dana makanan di desa dan
mengatakan, “Tolong Bhante pergi menyambut dana ke desa sana.” Kemudian ketika
ia telah berjalan ke desa yang jauh dari sana, penduduknya berkata, “Tolong
Bhante menerima dana makanan di sebelah sana.” Ia terus berajlan, namun ke mana
pun ia tiba, mereka memberitahunya, “Tolong Bhante menerima dana makanan di
sana.” Orang tua malang ini tidak akan pernah mendapatkan sesuap makanan; ia hanya
akan terus berjalan “ke sana,” dan “di sebelah sana”, dan tidak menerima apa
pun.
Kita cenderung seperti ini.
Kita tidak pernah mengatakan “di sini saat kini”. Kenapa tidak? Apa ada yang
salah dengan saat kini? Ini karena kita masih terlibat dengan segala sesuatu.
Kita masih bergembira dalam keduniawian dan tidak berani melepasnya. Jadi kita
lebih suka membiarkannya menjadi “suatu ketika pada masa depan”. Persis seperti
orang yang menyuruh bhikkhu tua tadi menerima dana makanan: “Tolong Bhante pergi
ke sebelah sana untuk menerima dana makanan.” Jadi ia terus mencari tempat “di
sana”, di mana ia bisa menemukan dana makanan untuk menyokong dirinya, namun
tidak pernah “di sini”, dan ia tidak pernah menerima makanan apa pun pada
akhirnya.
Mari kita bicarakan
mengenai di sini saat kini, dalam kekinian. Praktik benar-benar bisa dilakukan
dalam kekinian; kita tidak perlu melihat suatu ketika pada masa depan.
Alih-alih menjadi resah mengenai apa saja, kita cukup melihat Dhamma di sini
saat kini dan melihat ketidakpastian dan ketidaktetapan. Maka Batin Buddha,
Yang Mengetahui, muncul. Hal ini dikembangkan melalui pengetahuan ini, bahwa
segala hal adalah tidak tetap.
Disinilah pengetahuan
diperoleh. Samadhi, keheningan batin, dapat dikembangkan di sini. Ada kedamaian
dalam hidup di hutan: ada ketenangan ketika mata tidak melihat dan telinga
tidak mendengar. Batin ditenangkan dari melihat dan mendengar. Namun batin
tidak ditenangkan dari kotoran batin. Kotoran batin masih di sana, namun pada
saat itu mereka tidak muncul. Itu seperti air dengan endapan di dalamnya:
ketika air diam, air jernih, namun ketika sesuatu mengusiknya, kotoran naik dan
mengeruhkannya. Anda pun sama dalam praktik Anda. Ketika Anda melihat bentuk,
mendengar suara, memiliki pengalaman tak menyenangkan, atau merasa sensasi
tubuh yang tak menyenangkan, maka Anda terusik. Jika semua ini tidak terjadi,
Anda nyaman; Adna nyaman dengan kotoran batin.
Anda mungkin ingin
mendapatkan sesuatu, seperti sebuah kamera. Jika Anda mendapatkannya, Anda
merasa bahagia. Sebelum Anda mendapatkannya, Anda tidak akan puas, dan ketika
akhirnya Anda bisa mendapatkannya, ada berbagai kesenangan dalam hal itu.
Kemudian, jika kamera itu dicuri, Anda akan kesal. Kesenangan Anda telah
hilang. Jadi sebelum Anda bisa mendapatkan apa yang Anda inginkan, ada
ketidakbahagiaan; ketika Anda mendapatkannya, ada kebahagiaan; dan kemudian
ketika itu hilang, ada ketidakbahagiaan lagi.
Samadhi yang datang dari
hidup dalam lingkungan yang damai adalah seperti itu. Ada kebahagiaan dalam
merasa senang oleh keadaan yang damai, namun kebahagiaan hanya sampai sejauh
itu, karena batin berada di bawah pegaruh nafsu akan sesuatu yang bisa berubah.
Setelah sejenak, kebahagiaan akan pergi, dan ketidakbahagiaan akan mengambil
tempatnya – persis seperti ketika pencuri mendapatkan kamera Anda. Inilah
kedamaian samadhi, kedamaian sementara dari meditasi keheningan.
Kita harus menilik ke dalam
hal ini sedikit lebih mendalam. Apa pun yang kita miliki akan menjadi sumber
duka ketika kita kehilangannya jika kita tidak sadar akan ketidaktetapannya.
Jika kita menyadarinya, maka kita bisa menggunakan segala sesuatu tanpa
terbebani oleh mereka.
Anda mungkin ingin
menjalankan bisnis, dan Anda perlu mendapat pinjaman dari bank. Jika Anda tidak
bisa mendapatkannya sekalipun dengan segenap upaya, Anda akan mendapatkan duka.
Akhirnya bank mungkin setuju meminjamkan uang, dan Anda gembira. Kegembiraan
Anda tidak akan bertahan selama berjam-jam – namun bunganya akan mulai
menumpuk. Setelah beberapa lama, itu akan menjadi kekhawatiran Anda: apa pun yang
Anda lakukan, bahkan meski cuma duduk di kursi santai Anda, mereka akan
membebani Anda dengan bunga. Jadi ada duka karena ini. Sebelumnya, ada duka
karena tidak mampu menemukan pinjaman. Ketika Anda dapat pinjaman, tampaknya
Anda sudah mantap dan segalanya akan baik, tapi kemudian Anda mulai harus
memikirkan mengenai bunga pinjaman, dan duka pun kembali datang.
Maka itu, Buddha
mengajarkan untuk melihat ke saat kini dan melihat ketidaktetapan badan dan
batin, dari semua fenomena tatkala mereka muncul dan lenyap, tanpa
mencengkerami satu pun. Jika kita bisa melakukan ini, kita akan mengalami
damai. Kedamaian ini mucul karena melepas; pelepasan muncul karena
kebijaksanaan, kebijaksanaan yang datang dari pengamatan akan ketidaktetapan,
duka, dan ketiadadirian, kebenaran pengalaman, dan menyaksikan kebenaran ini
dalam batin kita sendiri.
Dengan berlatih seperti
ini, kita terus menerus melihat dengan jernih dalam batin kita sendiri.
Fenomena muncul dan lenyap. Lenyap, ada pemunculan baru; muncul, ada lenyap.
Jika kita membentuk kelekatan terhadap apa yang terjadi, duka akan mucul tepat
di sana. Jika kita melepas, duka tidak akan muncul. Kita melihat ini dalam
batin kita sendiri.
Kita bisa mendapatkan
kepastian sejati mengenai Dhamma ketika bermeditasi seperti ini, dan kita bisa
sampai ke titik di mana segala yang harus kita lakukan adalah melihat batin
kita pada saat kini. Kita melepas masa lalu dan masa depan, melihat pada masa
kini, dan kita melihat ketiga ciri secara sinambung dan dalam segala hal.
Berjalan, ada ketidaktetapan. Berdiri, ada ketidaktetapan. Duduk, ada
ketidaktetapan. Itulah kebenaran hakiki dalam segala sesuatu. Jika Anda mencari
kepastian atau ketatapan, Anda hanya bisa menemukannya dalam segala sesuatu
dengan cara ini dan tidak mengubahnya ke cara yang lainnya. Ketika pandangan
Anda menjadi matang seperti ini, Anda akan berada dalam damai.
Atau apa Anda pikir bahwa
dengan pergi bermeditasi ke puncak gunung sunyi Anda akan memiliki kedamaian?
Anda mungkin mendapat kedamaian sebentar. Namun ketika kerasnya kehidupan di
sana mulai mengejar Anda, Anda akan mulai merasa lapar dan lelah. Lalu Anda
turun gunung dan menuju kota. Banyak
makanan enak dan kenyamanan di sana. Namun kemudian Anda akan mulai berpikir
bahwa itu mengganggu latihan Anda – lebih baik pergi ke suatu tempat terpencil.
Sunggguh, orang yang
menderita ketika hidup sendirian adalah dungu. Orang yang menderita ketika
hidup dengan orang lain adalah dungu. Itu seperti kotoran ayam: jika Anda
membawanya ketika Anda sendirian, kotoran itu bau. Jika Anda membawanya ketika
Anda di antara orang lain, kotoran itu juga bau. Anda membawa benda busuk
bersama Anda.
Jika kita pintar, maka kita
bisa hidup bersama banyak orang dan merasa bahwa itu bukanlah lingkungan yang
damai, dan itu benar sampai batas tertentu; hidup bersama banyak orang bisa
menjadi sebab untuk memperoleh kebijaksanaan. Saya mengembangkan sebagian
kebijaksanaan dari memiliki banyak murid. Perumah-tangga datang dalam jumlah
banyak, banyak bhikkhu datang ingin menjadi murid, dan tiap orang punya
pandangan dan sifat masing-masing. Saya mengalami banyak hal yang berbeda, dan
saya harus mampu menanagani situasi. Kapasitas kesabaran dan ketahanan saya
menjadi kuat. Sampai ke batas saya bisa menanggungnya, dan saya masih mampu
tetap berlatih. Pada saat itu semua pengalaman saya menjadi bermakna. Namun
jika kita tidak mengerti dengan benar, tidak ada pemecahan. Hidup sendirian
akan baik – sampai kita muak dengannya. Kemudian kita akan pikir lebih baik
hidup dalam kelompok. Mendapat makanan sederhana tampaknya baik, dan kemudian
mungkin mendapat banyak makanan tampaknya adalah jalan yang benar. Akan terus
seperti ini kalau kita tidak bisa memahami batin kita sekali untuk selamanya.
Melihat bahwa segalanya tak
dapat diandalkan, kita akan menyikapi semua situasi kekurangan atau kelimpahan
sebagai tidak pasti dan tidak akan memiliki kelekatan terhadap mereka. Kita
menaruh perhatian terhadap momen kini, di mana pun tubuh ini kebetulan berada.
Lalu, berdiam akan jadi oke. Berpergian akan jadi oke. Semuanya akan jadi oke,
karena kita fokus pada praktik mengenali segala sesuatu sebagaimana adanya.
Orang-orang bilang, “Ajahn
Chah hanya bicara mengenai “tidak pasti”.” Mereka muak mendengar ini, dan
merkea kabur dari saya. “Kami pergi mendengarkan Ajahn Chah mengajar, tapi
semua yang ia katakan hanya mengenai “tidak pasti”.” Mereka tak tahan lagi
mendengar hal kuno yang sama melulu, maka mereka pergi. Saya kira mereka akan
pergi mencari suatu tempat di mana segalanya akan pasti. Namun mereka kembali.
Sumber : Ini Pun Akan Berlalu - Ajahn Chah